REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK -- Bulan Ramadhan nyatanya membuat sebagian kelompok masyarakat cenderung berbuat tawuran.
"Untuk mengatasinya harus dilakukan proses identifikasi masalahnya. Dalam insiden tawuran saat Ramadhan, yang terjadi akibat masalah pribadi menjadi masalah kelompok. Yang tidak terlibat pun menjadi terlibat karena rasa toleransi," kata kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Yogo Tri Hendiarto, dalam rilisnya, Senin (22/6).
Dalam kelompok, individu menjadi lebih berani karena identitasnya tersamarkan. Padahal jika dihadapi secara pribadi belum tentu dia berani. Kekuatan massa menjadi besar dalam aksi tawuran karena ada kekuatan baru di situ.
"Yang dulu nggak berani menjadi berani karena kekuatannya menjadi kolektif sehingga memunculkan perilaku kekerasan kolektif," ungkapnya.
Untuk mencegahnya, maka diperlukan solusi mekanisme damai. Masyarakat juga diimbau menjaga keamanan lingkungannya. Kemudian harus terjalin sinergi antara petugas dengan masyarakat.
"Dengan adanya pemetaan maka sudah ada upaya identifikasi masalah. Tinggal bagaimana kerjasama antara masyarakat dengan petugas," jelasnya.
Sehingga bukan hanya kepolisian saja yang dilimpahkan wewenang menjaga keamanan namun tidak disertai dengan kesadaran masyarakatnya.
"Nggak akan bisa kalau jalan sendiri-sendiri. Kuncinya ya komitmen dan konsisten. Jika masyarakat mau menjaga lingkungan aman ya harus ada partisipasi. Jangan cuma ingin aman tapi tidak ada kontribusinya," jelasnya.