REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap makanan, minuman, dan ifthar berbahaya selama bulan Ramadhan 1436 hijriyah.
Kepala BPOM Roy F Sparringa mengaku, pihaknya melakukan intensifikasi pengawasan pangan sejak tiga pekan sebelum Ramadhan. Jadi, pengawasan dilakukan terhadap pangan olahan ilegal dan rusak, termasuk ifthar.
Dia menambahkan, petugas Balai Besar POM di seluruh wilayah Indonesia setiap hari terjun ke lapangan melakukan pengawasan. “Kami turun ke jalan, pasar (tradisional). Bahkan pasar swalayan juga kami masuki,” katanya kepada Republika, Jumat (19/6).
Adapun makanan yang dimonitor diantaranya mutiara, mi kuning, mi basah, pacar cina, kerupuk, tahu, mi kuning, empek-empek, siomay tahu, kue mangkok, kerupuk asinan, tahu goreng, hingga soto mi.
BPOM juga bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda). Peran Pemda mengawasi dan menindak pedagang yang curang menjual makanan mengandung racun. Sejauh ini, data-data makanan berbahaya dan berpengawet masih dikumpulkan. “Nanti kalau sudah ada datanya, kami publikasi,” katanya.
Pihaknya mengklaim tren pangan olahan yang terbukti mengandung pengawet dan beracun menurun secara nasional. Roy menyebutkan makanan yang terbukti mengandung formalin tahun 2011 sebanyak 13 persen. Kemudian pada 2014 turun menjadi 10 persen.
Sementara pangan olahan yang mengandung boraks pada 2011 sebanyak 13 persen dan pada 2014 berkurang drastis menjadi 4 persen. Sementara makanan dan minuman yang mengandung pewarna sintetis Rhodamin persentasenya masih 23 persen pada 2011 kemudian turun menjadi 12 persen pada 2014.
“Namun, pangan berbahaya yang ditemui di Jakarta melebihi rata-rata nasional. Makanan yang tidak memenuhi syarat pada 2014 sebanyak 21 persen,” ujarnya.
Untuk itu pihaknya mengaku sudah menggarisbawahinya dan memberikan perhatian lebih pada makanan yang dijual di ibu kota. Bahkan, tahun lalu pihaknya sidak sampai ke 38 pasar di Jakarta.