REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Momen Ramadhan pada tahun 2006 meninggalkan kesan mendalam bagi Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Pertaonan Daulay.
Saat itu, Saleh berstatus sebagai mahasiswa jurusan filsafat di Colorado State University, Amerika Serikat. Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini sangat terkesan menjalankan ibadah puasa di negara dengan perbedaan waktu hingga 12 jam.
“Biasanya berbuka sekitar pukul 21.45. Setelah itu ke masjid untuk menunaikan ibadah shalat tarawih sampai tengah malam. Lelah, tetapi menyenangkan,” kenangnya, Jumat (19/6).
Kemudian, ia harus sahur kembali sekitar pukul 03.45. Di sisi lain, ia harus kuliah pukul 07.00 hingga 22.00.
“Pada saat yang sama, dosen menjelaskan mata kuliahnya, dan waktu berbuka tiba,” katanya.
Sehingga, Saleh terbiasa hanya minum air putih dan makan satu hingga dua buah kue kering sebagai takjilnya.
“Saat di sana, jangan harap orang akan peduli dengan puasa kita. Walaupun mereka mengajak makan, lalu kita jelaskan sedang berpuasa, mereka akan menghormati. Malah, shalat idul fitri pun sering tabrakan dengan jadwal kuliah. Di situ kesulitan sekaligus keindahannya Ramadhan di negeri orang,” ungkap Saleh.
Masa Ramadhan di perantauan bukan sekali saja ia alami. Sebelumnya, ia menjalani Ramadhan jauh dari keluarga ketika bersekolah di MAN I Medan. Ia tidak bisa pulang kampung saat Idul Fitri.
“Rasanya sepi sekali. Terasa sendirian. Tidak bisa bertemu sanak keluarga. Dari situ saya sekarang memahami mengapa orang-orang pada ingin pulang kampung pada saat Lebaran,” cetusnya.