Perbedaan Tradisi Ramadhan di Berbagai Belahan Dunia

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Ilham

Jumat 19 Jun 2015 01:20 WIB

 Suasana jamaah tarekat Sattariyah saat menyaksikan hilal untuk menentukan awal Ramadhan di Pantai Ulakan, Padang Pariaman, Sumatra Barat, Kamis (18/6).  (Republika/Umi Nur Fadhillah) Suasana jamaah tarekat Sattariyah saat menyaksikan hilal untuk menentukan awal Ramadhan di Pantai Ulakan, Padang Pariaman, Sumatra Barat, Kamis (18/6). (Republika/Umi Nur Fadhillah)

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Ada tradisi berbeda masyarakat muslim di berbagai belahan dunia, seperti saat berbuka, keseharian berpuasa, maupun karakter masyarakat muslimnya.

Dalam berbuka puasa atau iftar, menurut sunnah Rasul, berbuka dengan seteguk air dan tiga buah kurma. Namun, di seluruh negara Arab pada umumnya makanan untuk iftar adalah jus buah aprikot.

Sedangkan di Asia Selatan dan Turki, minuman berbahan dasar Yoghurt menjadi makanan pokok untuk iftar. Saat iftar biasanya masjid dan organisasi muslim mendirikan tenda dan menyediakan makanan berbuka gratis setiap malam Ramadhan.

Pemandangan berbeda ketika memasuki Ramadhan terlihat di Mesir. Di sana ada lentera yang dikenal dengan nama fanoos selalau digantung di jendela dan balkon toko serta meja untuk berbuka.

Sementara, Muslim di negara-negara teluk selalu membuka pintu rumah mereka saat jam malam Ramadhan dan menyediakan makanan, teh, dan kopi sambil berbincang. Tak jarang Ramadhan pun saat yang tepat untuk memperbanyak rejeki, terutama di wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, Pakistan, dan Arab.

 

Toleransi bagi muslim saat Ramadhan pun berbeda-beda, baik di negara minoritas muslim maupun mayoritas. Beberapa negara membebaskan warganya menjalankan ibadah agamanya masing-masing dan ada yang membatasi secara ketat.

Muslim yang tinggal di AS dan Eropa menerima dan menganggap biasa jika warga non-muslim tidak menghormati Ramadhan. Mereka juga tidak berharap jam kerja lebih pendek seperti negara Arab.

Di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, aturan bagi muslim sangat ketat. Bahkan, non-muslim atau seorang muslim dewasa yang makan di depan umum di siang hari dapat didenda dan dipenjara.

Bagi muslim Uighur di China, toleransi bagi mereka sangat rendah. Pemerintah China bahkan melarang anggota partai, PNS, guru, dan siswa berpuasa selama Ramadhan. Mereka juga melarang anak-anak datang ke masjid, menggunakan cadar bagi wanita, dan menumbuhkan jenggot bagi pria.

Terpopuler