REPUBLIKA.CO.ID, SANA’A -- Awal Ramadhan, Kamis (18/6), merupakan masa sulit bagi umat Islam di Yaman. Warga kota Sana’a yang kini dikuasai milisi Houthi menghadapi kesulitan bahan pangan dan bahan bakar.
Kampanye koalisi Arab Saudi dan sanksi yang ditetapkan terhadap Yaman membuat biaya hidup di Sana’a meningkat. Akibat sanksi, impor sejumlah barang termasuk makanan dihentikan.
Selain itu, kekurangan bahan bakar dan pemadaman listrik menambah situasi di Yaman semakin buruk.
"Kami menderita kekurangan air, listrik, bahan bakar dan dari segala sesuatu yang lain," kata Abdullah Saleh, salah satu warga Sana’a.
Di kota itu, puluhan pria, wanita, dan anak-anak mengantre untuk mengumpulkan air dari sumur yang dijalankan oleh badan amal. Air yang mereka kumpulkan hanya cukup untuk memenuhi standar kebutuhan mereka.
"Saya tidak tahu bagaimana Yaman akan menyambut Ramadhan mengingat kurangnya bahan bakar termasuk gas, diesel dan bensin serta krisis pangan mencekik," kata Khaled al Awbaly, warga lainnya di Sana’a.
Berdasarkan laporan investigasi PBB, Setidaknya enam juta orang di Yaman sangat membutuhkan makanan dan bantuan lainnya. Laporan itu juga menyebutkan 10 daerah di Yaman tengah menghadapi darurat keamanan. Beberapa daerah itu adalah Aden, Taiz, Saa'da dan Al Baida.