Selama Ramadhan Kampung Nitikan Berubah Jadi Yogya Tempo Dulu

Rep: Yulianingsih/ Red: Indira Rezkisari

Kamis 18 Jun 2015 19:15 WIB

Pasar sore Ramadhan di di Jalan Sorogenen, Nitikan, Yogyakarta. Foto: dok Republika Pasar sore Ramadhan di di Jalan Sorogenen, Nitikan, Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ada yang istimewa di Kampung Nitikan, Umbulharjo, Yogyakarta, setiap kali  bulan suci Ramadhan tiba. Sepanjang jalan Sorogenen dan Nitikan yang membelah Kampung Nitikan tersebut selalu ramai dengan ratusan pedagang setiap sore.

Takmir Masjid Muthohirin, Nitikan, Umbulharjo yang setiap Ramadhan memiliki gawe penyelenggaraan pasar sore Ramadhan. Tahun ini panitia mengangkat tema Yogya Tempo Doeloe.

"Kalau dulu pasar sore ini lebih dikenal dengan jalur Gaza. Tapi mulai tahun ini dengan banyak pertimbangan kita ubah menjadi Yogya tempo dulu," ujar panitia Ramadhan Masjid Muthohirin, Nitikan, Umbulharjo, Yogyakarta, Dwi Kuswantoro, Kamis (18/6).

Kegiatan Ramadhan dan pasar sore Ramadhan di Nitikan tersebut dibuka secara resmi oleh Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kamis petang. Menurut Dwi, sedikitnya ada 200 pedagang baik kuliner, oleh-oleh, minuman dan aneka jajanan khas Ramadhan yang bergabung. Para pedagang ini menempati gubug-gubug yang sengaja dibangun panitia di kanan dan kiri jalan Nitikan tersebut.

Uniknya karena mengambil tema Yogya Tempo Doeloe, maka sebagian pedagang amengenakan pakaian khas Yogya berupa surjan dan lurik. Makanan dan jajanan Ramadhan yang dijajakan juga sebagian besar merupakan makanan tradisional masyarakat Yogya jaman dahulu seperti Coro, Kicak, Cenil, Jenang Sumsum, Carang Gesing dan sebagainya.

Bahkan panitia Ramadhan Masjid Muthohirin Nitikan juga mengenakan baju adat khas masyarakat Yogya yaitu jarit dengan surjan.

Setiap tahunnya pasar sore Ramadhan di Nitikan ini mampu meraup total omset hingga Rp 1 miliar. Hal ini menandakan bahwa kegiatan tersebut memberikan andil bagi ekonomi masyarakat di wilayah Nitikan.

Selain pasar sore ramadhan, panitia kata Dwi juga mengangkat wisata budaya dan religi di kawasan kampung Nitikan. Panitia menyediakan bendi, dokar dan andong bagi masyarakat umum dan wisatawan yang ingin berkeliling Kampung Nitikan.

"Kampung ini memiliki kekayaan yang luar biasa khususnya terkait hubungan antara Islam dan Keraton Yogyakarta," katanya. Di tengah Kampung Nitikan kata dia, Ada  Masjid Sultanain, yaitu satu masjid yang dimiliki dan dibangun oleh dua kraton yaitu Kraton Kasulatan Yogyakarta dan Kasunanan Solo.

"Bahkan masjid ini memiliki dua juru kunci dari dua kraton ini," ujarnya. Masjid ini kata dia, terkenal sebagai tempat persemaian kader ulama termasuk putra putri keraton baik Yogya maupun Solo. Selain itu kata dia,  Nitikan terkenal dengan kampung santri tanpa pondok pesantren.

Di Kaampung Nitikan juga terdapat Langgar Tengah yang kemudian menjadi  Masjid Al Islam tempat ulama besar Kyai Busyro dan  Kyai Dullah seolaga ulama besar di jaman penjajahan dulu. "Kita ingin  menarik lagi kekuatan kultural keagamaan di Kampung Nitikan," katanya.

Setiap wisatawan dan masyarakat yang akan menikmati wisata religi dan budaya hanya dikenakan biaya Rp 5 ribu per orang.

Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dalam kesempatan itu menyambut baik pagelaran pasar sore Ramadhan di Nitikan tersebut. Dia berharap kegiatan itu bisa membangkitkan ekonomi masyarakat. "Hanya saja perlu diperhatikan kesehatan dan kebersihan dagangan serta arus lalu lintas di sini," katanya.

Terpopuler