REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa adalah setengah kesabaran. Sementara, kesabaran adalah setengah iman.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ma’ruf Amin menegaskan Ramadhan sebagai momentum melatih diri untuk menahan godaan.
“Ramadhan itu memang kita harus menahan, menahan diri dari makan, minum, marah, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa. Intinya, semua itu menahan. Menahan itu butuh kesabaran,” kata Ma’ruf Amin kepada ROL, Kamis (18/6).
Ia menambahkan, disebut dalam sebuah hadits bahwa kesabaran adalah separuh dari keimanan. Segala bentuk ibadah untuk melatih kesabaran itu ada saat Ramadhan. Ramadhan adalah bulan menahan hawa nafsu. Karena itu, puasa disebut sebagai jihadun nafs.
Yang menarik, kata Ma’ruf, Islam tidak menyuruh Muslim untuk membunuh hawa nafsu. Ia hanya diminta untuk mengendalikan atau menahan hawa nafsu.
Puasa itu bukan tidak boleh makan minum sepanjang siang dan malam. Pada malam hari, Muslim boleh makan minum dan bergaul dengan istri karena itu sifat-sifat manusiawi yang tidak mungkin dilenyapkan.
Menurut Ma’ruf, orang yang sungguh-sungguh berpuasa sejatinya orang yang sabar. Walau satu atau dua menit sebelum waktu buka, dia tetap harus menahan. Tidak ada dispensasi. Dia tetap harus menunggu sampai saatnya datang.
“Jadi, puasa itu dikatakan sebagai bulan kesabaran karena kita memang dilatih sabar menghadapi segala macam masalah. Itu ciri-ciri orang yang bertakwa atau muttaqin. Dia bisa mengendalikan diri dan menahan amarah,” tambahnya.
Ma’ruf melanjutkan, sabar ini diharapkan melekat secara terus menerus dalam perilaku keseharian kita, tidak hanya di bulan Ramadhan. Ramadhan hanya momentum pelatihan, tetapi sikap sabar harus dibawa menyertai sebelas bulan berikutnya.