Gulai Sepedeh Sambut Ramadhan dan Syawal di Bengkulu (Habis)

Red: Agung Sasongko

Kamis 18 Jun 2015 15:30 WIB

Gulai Sepedeh Foto: Antara Gulai Sepedeh

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Setelah daging dibagi lalu dibawa ke rumah masing-masing, warga pun segera melakukan kegiatan yang sama yakni memasak gulai sepedeh.

Masyarakat adat Melayu Kecik yang mendiami zona penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), berjarak 220 kilometer dari Kota Bengkulu umumnya akrab dengan kuliner bersantan. Namun, gulai sepedeh merupakan pengecualian.

"Sepedeh artinya gulai tanpa lemak atau tanpa santan, padahal masakan warga di sini selalu lekat dengan santan," ujar Nurbaiti, warga setempat yang bersiap memasak gulai sepedeh.

Daging yang dibeli bersama anggota keluarganya sudah dipotong-potong dan dibersihkan serta siap dimasak.

Meski tanpa santan, hidangan ini tampil dengan bumbu yang kaya. Bumbu yang digunakan yakni cabai, jahe, lengkuas, bawang putih, bawang merah, daun jeruk, serai dan ketumbar.

Semua bumbu tersebut dihaluskan kecuali bawang merah. Bumbu yang dihaluskan langsung dicampur dengan potongan daging. Cara memasak diawali dengan menumis bawang merah yang sebelumnya sudah diiris lalu memasukkan cabai merah halus.

Setelah aroma bawang goreng tecium, campurkan daging kerbau yang sudah berlumur bumbu halus tersebut.

"Diamkan sebentar hingga daging mengeluarkan air sedikit, lalu setelah itu tambahkan air dan beri garam secukupnya lalu dimasak hingga daging empuk," paparnya, menerangkan.

Ia mengatakan, dalam kondisi api sedang, gulai sepedeh sudah matang setelah dimasak selama 45 menit hingga 60 menit. Selain gulai utama yakni sepedeh, masyarakat setempat juga memasak penganan lainnya untuk melengkapi hidangan penyabut bulan puasa.

Penganan tersebut antara lain yakni lemang, kue lepek pendek yang terbuat dari tepung beras, onde-onde serta kue cucur yang terbuat dari adonan tepung beras dicampur gula merah. Hidangan tersebut kata Nurjanah, akan menjadi menu utama pada makan malam sebelum menggelar sholat taraweh.

"Malam ini semua hidangan makan malam di rumah-rumah penduduk di desa ini akan sama yakni gulai sepedeh," tambah Muhammad Nizar.

Hal itu sesuai dengan keputusan pemerintah yang menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada 18 Juni 2015.

Selama satu bulan penuh, umat Islam di seluruh dunia akan menjalankan ibadah puasa menahan lapar, dan menahan hawa nafsu dari amarah, dendam dan sifat buruk manusia lainya.

Ia mengharapkan, tradisi ini tetap dipertahankan para keturunnya sebagai lambang persaudaraan dan sukacita menyambut bulan Ramadhan dan bulan Syawal. Gulai sepedeh yang melambangkan persaudaraan, persatuan dan sukacita itu juga akan menjadi menu wajib masyarakat setempat setelah malam takbiran sebagai tanda datangnya Hari Kemenangan.

 

Terpopuler