REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Memasuki Ramadhan ini, harga jual daging ayam di pasaran merangkak naik. Di tingkat pengecer, harganya menyentuh Rp 40.000/Kg. Tingginya harga ayam tersebut, diduga terjadi akibat melonjaknya permintaan dari masyarakat.
Menurut Kepala Dinas Peternakan Jabar, Dody Firman Nugraha, Ia meminta masyarakat untuk tidak panik meski harga daging ayam meroket. Sebab, kenaikan ini seakan sudah menjadi tradisi saat memasuki bulan puasa.
"Harga daging ayam selalu naik setiap memasuki Ramadhan. Namun masyarakat harus tetap tenang dan jangan panic buying," ujar Doddy kepada wartawan, Rabu petang (17/6).
Menurut Doddy, jika masyarakat memborong daging ayam secara tidak wajar akan mendorong harga daging ayam semakin tinggi. Hal ini merupakan skema pasar dimana permintaan yang tinggi akan mendorong harga juga tinggi.
Doddy mengatakan, harga daging ayam di tingkat peternak berkisar Rp 19.000/ekor. Namun ketika sampai di tingkat pedagang besar harga bisa mencapai Rp 34.000/kg dan Rp 40.000/kg di tingkat pengecer.
"Karena masing-masing pedagang mengambil margin maka harga daging ayam sampai di tangan konsumen menjadi sangat tinggi," katanya.
Selain jangan 'panic buying', kata Doddy, pihaknya juga meminta masyarakat untuk tetap tenang karena stok daging ayam berlimpah. Disnak Jabar memperkirakan kebutuhan daging ayam selama Ramadhan mencapai 248.660 ton. Angka ini jauh lebih kecil jika dibandingkan stok yang tersedia mencapai 592.878 ton.
Bahkan, kata dia, berlimpahnya stok daging ayam ini membuat Jabar ikut memasok kebutuhan bagi provinsi lain di antaranya untuk DKI Jakarta. "Kami tidak khawatir karena daging ayam merupakan barang elastis. Masyarakat bisa mengganti dengan daging sapi, domba, atau ikan," katanya.
Demi kelancaran distribusi daging ayam, kata Doddy, Ia akan melakukan koordinasi dengan jajaran kepolisian. Pasokan diperkirakan akan terganggu menjelang Lebaran karena bertepatan dengan momen mudik. "Kami akan koordinasi dengan kepolisian supaya distribusi daging ayam lancar," katanya.