REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, warga Loloan Denpasar, Bali, mengadakan acara silaturahim dilanjutkan dengan makan bersama dengan cara megibung. Kegiatan dilangsungkan di rumah salah seorang warga, Muhammad Mubin, di kawasan Panjer, Denpasar.
"Kami secara rutin menggelar acara ini, dengan tujuan menyambung tali silaturrahim," ungkap Koordinator warga muslim Loloan di Denpasar, Suahaimi alias Zaenuk, belum lama ini.
Kegiatan megibung, merupakan acara tambahan, yang biayanya dikeluarkan tuan rumah. Namun, kata Zaenuk, sejumlah warga yang ingin berpartisipasi diperkenankan menyumbang, apakah dengan membawa buah atau air kemasan.
Kegiatan megibung merupakan tradisi masyarakat Loloan, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana. Menurut Abdul Halim, salah seorang warga Loloan di Denpasar, megibung atau makan bersama-sama dengan satu wadah dapat mempererat rasa persaudaraan.
Megibung ala Loloan, mennggunakan alas daun pisang yang diampar memanjang di lantai. Lalu di atasnya disajikan nasi dan diberi satu jenis lauk saja, yakni plecing ayam yang di daerah lain dikenal dengan ayam suir. Para undangan duduk berjajar di sisi kiri dan sisi kanan makanan yang disajikan.
Ketentuan ikut makan di kegiatan ini, seharusnya setiap orang menghabiskan makanan yang ada di depannya atau boleh mengambil yang ada di sampingnya. Tapi karena porsi makan setiap orang berbeda-berbeda, makanan kerap tersisa.
Istimewanya lagi, makanan yang disajikan dimasak oleh wakil dari undangan di tempat hajatan. Karena acara ini hanya untuk kaum Adam saja, maka yang memasak masakan yang disajikan adalah lelaki juga.
Mulanya, kegiatan megibung dilakukan untuk menghemat piring dan alat-alat makan lainnya. Karena dengan menggunakan daun pisang, setelah kegiatan megibung selesai, daun pisang dan sisa makanan bisa langsung dibungkus dan dibuang.
Di daerah Loloan sendiri, kegiatan ini disebut tepeng-tepengan yang berarti memasak bersama dan awalnya dibiayai bersama. "Kalau dulu kita makan nggak ada sisanya. Makan harus habis dan harus bersih," kata Abdul Halimm salah seorang warga.
Karena makanan sering bersisa, kata Halim, ke depan, akan diatur cara penyajiannya. Nasi dan lauk tidak akan lagi disajikan semuanya, melainkan setiap orang boleh mengambil sesukanya dari bakul nasi dan tempat lauknya.
"Mereka mengambil sesuai keperluan dan kapasitas perut, jadi tidak akan ada yang tersisa dan tidak ada yang mubazir," kata Halim.