Ini Penjelasan Mengapa Hilal tidak Terlihat

Rep: C71 / Red: Karta Raharja Ucu

Selasa 16 Jun 2015 20:04 WIB

Proses rukyatul hilal atau melihat bulan untuk menetapkan awal Ramadhan di kawasan Bukit Lampu Padang, Sumatra Barat. Foto: Antara/Iggoy el Fitra/ca Proses rukyatul hilal atau melihat bulan untuk menetapkan awal Ramadhan di kawasan Bukit Lampu Padang, Sumatra Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama menyatakan tidak ada referensi ilmiah yang bisa menunjukkan kemunculan hilal pada Selasa (16/6). Hal itu menjadi salah satu alasan kuat penetapan awal Ramadhan 1436 Hijriyah jatuh pada Kamis (18/6).

"Tidak ada referensi apa pun agar hilal bisa terlihat," ujar anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama utusan Planetarium dan Observatorium Dinas Pendidikan DKI Jakarta Cecep Nurwendaya dalam pemaparan observasi hilal sebelum sidang isbat, Selasa (16/6).

Cecep menjelaskan, konjungsi atau ijtima sebagai permulaan bulan baru akan terjadi Selasa (16/6) pukul 21.05 WIB. Artinya, kata Cecep, bulan pada Selasa bukan bulan baru, melainkan bulan sabit tua akhir Sya'ban.

Ia menjelaskan, hal itu berlaku di seluruh Indonesia. "Jadi ini hilal dalam tanda kutip karena hilal itu bulan baru," ujarnya. Meski begitu, pengamatan hilal tetap dilakukan Kementerian Agama di 110 lokasi di seluruh Indonesia.

Kemungkinan melihat hilal menurut Cecep mustahil. Ini karena ketinggian hilal negatif atau berada di bawah ufuk setelah matahari terbenam. "Posisi bulan paling tinggi berada di Pelabuhan Ratu yaitu -1,80 derajat dan umur bulan minus tiga jam," ujarnya.

Dengan ketinggian bulan negatif maka mustahil perukyat bisa melihatnya. Selain itu, umur hilal juga belum cukup mengingat minimal umur hilal yaitu delapan jam.

Terpopuler