REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam memang bukan agama yang dianut mayoritas penduduk Amerika Serikat (AS). Bahkan, stigma negatif tentang Islam oleh penduduk AS sempat mengemuka pascaperistiwa 11 September 2001.
Seiring berjalannya waktu dan karena keterbukaan masyarakat AS, stigma tersebut bisa diredam. Seperti dituturkan Diplomat asal AS, Ali Abdi, umat Muslim di negeri Paman Sam kini bisa hidup nyaman berdampingan dengan pemeluk kepercayaan lain.
Di saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan pun, kata dia, Muslim AS tidak kesulitan. Kegiatan ibadah dan kebutuhan logistik selama puasa cukup mudah didapat. “Sebagai muslim, kami bisa sahalat Tarawih dengan lancar selama Ramadhan,'' tutur Ali Abdi.
Sementara untuk konsumsi selama Ramadhan, kata dia, tidak sulit untuk menemukan bahan-bahan makanan halal.
''Hampir di semua kota besar di AS, sudah tersedia bahan makanan halal,” jelas Ali kepada Republika, saat dijumpai di sela-sela acara demo masak menu Ramadhan di The Dharmawangsa Hotel, Selasa (9/6) lalu.
Menurut dia, bahan makanan halal sebenarnya tidak hanya tersedia di saat Ramadhan. Sehari-hari, bahan makanan ini cukup mudah ditemukan, baik di pusat perbelanjaan maupun toko-toko setempat.
Soal ibadah Ramadhan, Ali mengatakan Muslim AS tidak lagi takut mengekspresikan ritual ibadahnya. Di masjid-masjid setempat, shalat Tarawih berjamaah atau ibadah berjamaah lain bisa dilakukan dengan aman dan nyaman.
Masyarakat nonmuslim, lanjutnya, tidak lagi memberikan stigma negatif terhadap umat Islam. Kini, mereka sudah semakin terbuka terhadap perbedaan dan juga Islam.
“Kami tidak takut lagi menjalankan ritual ibadah kami. Bahkan, saat saya berpuasa, kawan-kawan saya rela untuk tidak minum kopi di depan saya. Mereka menghargai orang yang sedang berpuasa,” jelas Ali menambahkan.