Pemerintah Pastikan Sidang Isbat Awal Ramadhan 16 Juni

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Djibril Muhammad

Sabtu 13 Jun 2015 19:13 WIB

Menag Lukman Hakim Saifuddin. Foto: Republika/Agung Supriyanto Menag Lukman Hakim Saifuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Pemerintah memastikan sidang isbat untuk menentukan permulaan bulan Ramadhan 1436 Hijriah bakal dilaksanakan Selasa (16/6) atau 29 Sya’ban, ba’da maghrib.

Sidang ini akan mengundang beberapa ulama, kiai, tokoh-tokoh ormas Islam serta pakar astronomi. Dalam sidang ini bakal ditentukan apakah hilal sudah dapat dilihat saat itu.

Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, dalam sidang isbat ini kemungkinannya hanya dua, yakni hilal sudah dapat bisa dilihat atau belum terlihat.

Jika hilal sudah dapat dilihat saat itu, jelasnya, maka esoknya diputuskan sudah memasuki 1 Ramadhan. Atau awal bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah puasa.

Sebaliknya, kalau hilal belum terlihat, maka Sya’ban akan di istigmalkan (red; disempurnakan) menjadi 30 hari. Sehingga 1 Ramadhan atau awal puasa akan dimulai pada tanggal 18 Juni.

"Semuanya berpulang pada sidang isbath, untuk menetapkan awal Ramadhan atau ibadah puasa di bulan suci ini," jelas Lukman, saat melakukan kunjungan kerja di Semarang, Sabtu (13/6).

Menag kembali menegaskan, selama Ramadhan ini, seluruh umat dan warga negara Indonesia juga diminta untuk menegakkan toleransi beragama dan saling menghormati satu sama lain.

Menurutnya, seluruh elemen bangsa ini harus sadar betul bahwa di bulan suci Ramadhan banyak sekali umat Islam yang menjalankan ibadah puasa. Makanya penting untuk menghormati umat muslim yang tengah berpuasa ini.

Selain itu juga harus dipahami bahwa ada sebagian warga bangsa ini yang tidak sedang berpuasa. Pertama karena keyakinannya agamanya tidak mewajibkan yang bersangkutan untuk berpuasa.

Kedua karena kondisinya yang bersangkutan tidak sedang menjalankan ibadah puasa. Maungkin karena musafir atau sedang sakit, atau perempuan yang tengah datang bulan atau hamil menyusui.

Karena itu selain menghormati yang sedang berpuasa, sebaiknya kita juga menghormati hak- hak mereka yang tidak sedang berpuasa. Jadi kedua belah pihak ini bisa saling menghormati.

Jangan kemudian diplintir atau kemudian dianalogikan seakan- akan Menag mewajibkan menghormati orang yang tidak berpuasa. "Karena ini sudah lain lagi ceritanya," tegas Lukman.    

Menag juga menegaskan, muslim yang baik tentu tidak memaksa orang lain untuk menghormati dirinya. Menghormati harus dibangun oleh kesdaran yang bersangkutan.

"Jadi cara- cara kekerasan harus dihindari karena bentuk penghormatan itu harus murni, tulus, ikhlas dari masing- masing kita," katanya.

Terpopuler