REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Ajaran Islam selalu berusaha memberikan kemudahan bagi para pemeluknya. Apabila seorang Muslim terpaksa tidak bisa mengganti puasa Ramadhan, ia masih bisa mengganti dengan cara lain, yaitu membayar denda atau kafarat.
“Kafaratnya bisa memilih secara berurutan, bisa membebaskan seorang budak, puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang,” kata Ustazah Uswatun Hasanah, pengajar fiqh PP Rahmaniyah Depok kepada Republika, Jumat (12/5).
Ustazah Uswatun mengisahkan, dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, dari Abu Hurairah r.a., berkata, “Ketika kami tengah duduk di hadapan Nabi SAW, tiba-tiba datanglah kepada beliau seorang lelaki. Ia berkata, “Ya Rasulullah, binasalah aku.”
“Kenapa kamu?” tanya Rasulullah SAW. Orang itu menjawab, “Aku telah menggauli istriku sedang aku berpuasa –menurut riwayat lain, pada bulan Ramadhan-.”
Maka Rasulullah SAW bertanya, “Apakah ada seorang budak yang dapat kamu memerdekakan?” Lelaki itu mengatakan tidak. "Dapatkah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?" Lagi-lagi, dia menjawab tidak.
“Dapatkah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia pun menjawab, “Tidak.” Rasulullah SAW lalu diam. Ketika kami dalam keadaan begitu, kata Abu Hurairah, seseorang membawa kepada Nabi SAW sebuah keranjang berisi kurma. Rasul kemudian menyuruh orang yang bertanya tadi untuk mengambil dan menyedekahkan kurma itu.
Laki-laki itu bertanya, “Apakah kepada orang yang lebih fakir daripadaku, ya Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di antara dua perkampungan ini satu keluarga yang lebih fakir daripada keluargaku.” Nabi pun tertawa sampai kelihatan gigi-gigi taringnya, kemudian bersabda, “Berikanlah kepada keluargamu.”
“Hadis di atas asalnya kafarat untuk orang yang melakukan jima’ pada saat puasa. Sebagian ulama yang meng-qiyas-kan masalah orang yang melalaikan membayar puasa dengan masalah dalam hadits tersebut,” jelas alumni LIPIA ini menambahkan.