REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan HB X menilai kenaikan harga kebutuhan bahan pokok menjelang bulan Ramadhan sulit diintervensi. "Saya tidak bisa apa-apa karena harga sembako levelnya nasional. Intervensi harga percuma saja," kata Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (9/6).
Sultan mengatakan, jika masyarakat menginginkan harga kebutuhan pokok tidak melambung selama bulan puasa hingga Lebaran, maka perlu menjaga pola konsumsi makanan agar tidak berlebihan. "Kalau mau, bulan puasa lauknya biasa saja, kalau masyrakat masih seperti itu (berlebihan) perilakunya ya harga naik," kata dia.
Kendati demikian, Pemerintah Pusat maupun daerah juga perlu meyakinkan masyarakat baik penjual maupun pembeli bahwa persediaan kebutuhan pokok masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadhan. "Yang penting bagaimana pemerintah memberikan pemahaman bahwa logistik mencukupi," kata dia.
Sementara itu, Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) memandang kenaikan harga kebutuhan pokok biasanya bukan hanya disebabkan permintaan yang tinggi, namun juga dipicu faktor psikologi masyarakat menghadapi situasi Ramadhan sehingga perlu upaya intervensi.
"Jelang Bulan Puasa hingga Lebaran kami berharap agar harga kebutuhan pokok tidak hanya diserahkan pada mekanisme pasar," kata Ketua LKY Saktya Rini Hastuti.
Menurut dia, tanpa adanya intervensi dari pemerintah melalui regulasi patokan harga maka potensi kenaikan harga kebutuhan bahan pokok akan susah dikendalikan.
"Apabila pemerintah berpihak terhadap kepentingan konsumen, langkah antisipasi untuk mengendalikan harga melalui intervensi harga harus selalu dilakukan sebelum ada kenaikan," kata dia.
Menurut dia, pelaksanaan pasar murah serta operasi pasar yang dilakukan pemda melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) DIY masih belum efektif untuk mengendalikan harga. "Pasar murah masih terbatas pada kalangan tertentu saja yang merasakannya dan berdampak sesaat," kata dia.