Menu Favorit Jadi Motivasi Anak Mau Puasa

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari

Senin 08 Jun 2015 15:00 WIB

Menghidangkan menu favorit anak bisa memicu anak untuk mau mulai belajar berpuasa. Foto: AP Menghidangkan menu favorit anak bisa memicu anak untuk mau mulai belajar berpuasa.

REPUBLIKA.CO.ID, Selain memberikan penjelasan mengenai puasa, sahur dan makanya, juga memberikan contoh puasa kepada anak, masih ada beberapa tis yang bisa dilakukan orang tua agar anaknya mau berlatih puasa. Bagaimana caranya? Simak terus penjelasan dari Psikolog Anak, Ine Indriani, MPsi.

Saat bulan puasa, sebaiknya orang tua mengajak anak tidur lebih awal. Dengan mengajak anak tidur lebih dini, kebutuhan tidurnya akan lebih tercukupi dan lebih mudah dibangunkan. Sebaliknya, bila anak tidur terlalu larut, anak akan semakin sulit untuk dibangunkan kurang tidur.

Selanjutnya, ketika membangunkan anak, lakukan dengan lembut dan tetap berempati kepada anak bila ia sulit dibangunkan. Memarahi ataupun mengancam anak karena tidak bangun justru akan membuat mood anak semakin tidak baik dan semakin sulit dibangunkan.

“Selain itu, anak akan bangun dengan keadaan terpaksa sehingga sahur dan puasa yang ia jalankan menjadi tidak dari dalam dirinya sendiri. Yang perlu dilakukan untuk membangunkan anak adalah membangunkan dengan nada lembut,” saran Ine.

Salah satu trik utama dalam membangun motivasi anak untuk makan sahur dan berbuka adalah dengan menyediakan menu yang disukai anak. “Menyediakan menu sahur yang disukai anak akan lebih memotivasi anak untuk ikut sahur,” ujarnya.

 

Kemudian, lakukan makan bersama agar suasana menjadi menyenangkan. Hal lain yang bisa Anda lakukan demi memotivasi anak berpuasa adalah dengan menggunakan sistem penghargaan kepada anak bila anak berhasil menjalankan puasa dan melaksanakan sahur. Diskusikan dengan anak, hadiah apa yang dia ingin dapatkan bila berhasil bangun untuk sahur dan berpuasa dalam seminggu.

“Yang perlu diperhatikan adalah hadiah sebaiknya sesuatu yang bermakna bagi anak, namun tidak berlebihan, sehingga motivasi internalnya tetap terbangun dan bukan lebih termotivasi pada hadiah semata. Bila anak sudah terbiasa, maka sistem hadiah bisa dihilangkan,” paparnya.

Terpopuler