REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI meminta agar pelaksanaan sidang itsbat untuk penetapan awal Ramadhan dan Lebaran dilakukan secara tertutup.
"Pada periode pemerintahan yang lalu, sidang itsbat sering sekali disiarkan secara langsung di TV. Masyarakat yang ingin mengetahui awal Ramadhan dan lebaran banyak yang menyaksikan. Namun sayangnya, kadang-kadang sidang itsbat sering sekali menyisakan perdebatan di tengah masyarakat," ujar Ketua komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay, Ahad (7/6).
Ia mengatakan, tidak semua anggota masyarakat memahami perbedaan yang mungkin terjadi dalam sidang itsbat. Karena itu, persoalan sidang itsbat sebaiknya menjadi perbincangan kalangan tokoh-tokoh agama yang memahami ilmu falak secara baik.
Dalam pelaksanaan sidang itsbat, ujarnya, tidak jarang ada kelompok masyarakat yang menyalahkan kelompok masyarakat yang lain. Padahal, argumen penetapan awal Ramadhan dan Lebaran yang berbeda itu belum tentu mereka pahami.
Bahkan terkadang ada juga kalimat-kalimat yang tidak bijak keluar dari peserta sidang itsbat. Akibatnya, ada kelompok lain yang berbeda pandangan merasa diadili dan dianggap salah. Padahal, pandangan mereka juga memiliki dasar dan rujukan syar'i yang dapat dipertanggungjawabkan.
Terkait usulan ini, ia mengaku telah menyampaikannya ke Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama dalam rapat dengar pendapat beberapa waktu lalu.
Selain itu, DPR juga meminta pemerintah untuk menjadi fasilitator yang baik dan adil bagi seluruh umat beragama. Jikapun ada perbedaan, Kemenag tidak boleh seakan berpihak pada satu kelompok tertentu.
"Dirjen Bimas Islam sudah berjanji bahwa sidang itsbat akan dilakukan tertutup. Mereka juga menjanjikan bahwa akan tetap menghormati perbedaan pandangan jika memang ada," katanya.