Nyadran, Silaturahim dan Doa Syukur Jelang Ramadhan (1)

Red: Indah Wulandari

Senin 08 Jun 2015 05:00 WIB

Tradisi nyadran, ilustrasi Tradisi nyadran, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ragam tradisi ritual menjelang bulan Ramadhan tak lekang oleh waktu. Salah satunya, ritual Nyadran yang diterapkan masyarakat Muslim di Jawa Tengah.

Pelestarian tradisi tersebut juga dilakukan oleh warga Depok, Jawa Barat, Sutarno (55 tahun). Dosen Universitas Nasional, Jakarta Selatan ini bahkan rela pulang ke kampung halamannya di Temanggung bersama sang istri, akhir Mei lalu demi bertemu sanak saudara sebelum Ramadhan.

“Mau Nyadran dulu nih. Di kampung ya slametan, nyembelih kambing setelah nyekar (ziarah kubur),” cetusnya.

Ritual seperti ini, menurutnya, sebagai ungkapan rasa syukur dan bahagia memasuki bulan Ramadhan. Lantaran ia sudah mengenal dan melakukannya sedari kecil, Sutarno merasa tak lengkap rasanya melaksanakan ibadah puasa tanpa melalui Nyadran terlebih dulu.

Cendikiawan Nahdlatul Ulama Umaruddin Masdar memaparkan bahwa Nyadran merupakan tradisi yang biasa dilakukan masyarakat di bulan Sya'ban (ruwah).

“Kegiatannya  meliputi ziarah ke kuburan leluhur, tahlilan dan mendoakan arwah para leluhur, membuat shodaqoh (slametan) yang pahalanya dikirim untuk arwah leluhur,” ujar Umaruddin, akhir pekan lalu.

Varian Nyadran bisa pula diisi dengan khataman Alquran 30 juz. Secara umum, imbuh Umaruddin, Nyadran diadakan di kompleks pemakaman kampung. Ada juga yang diadakan di masjid-masjid.

Terkait dalil dari ritual Nyadran, penulis buku Gus Dur: Pembela Ulama Sepanjang Zaman ini menjelaskan ada dalam Hadits  Bukhori Muslim. Nabi Muhammad SAW sendiri, ujarnya,  menziarahi makam para pahlawan (syuhada) perang Uhud setiap akhir tahun.

Sehingga Komandan Densus 26 NU ini menyimpulkan bahwa mendoakan orang Muslim yang sudah meninggal disyariatkan dalam Alquran dan hadist shahih. Begitu pula cara slametan yang pahalanya dikirimkan untuk orang meninggal, dasarnya ada di Hadist Bukhori Muslim.

“Imam asy-Syaukani dalam kitabnya, "ar-Rasail as-Salafiyyah" menyatakan bahwa tradisi kumpul-kumpul di tengah masyarakat dengan membaca Alquran, berdzikir,  dan mendoakan yang sudah meninggal, meski tak ada tuntunannya dalam syariat merupakan tradisi yang baik dan perlu dilestarikan,” tegas Umaruddin.

Lantaran masyarakat diajak untuk menambah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Di samping itu, jelas Umaruddin, tradisi Nyadran mengandung makna menyucikan hati menyambut bulan suci.

“Dan sudah pasti, Nyadran merupakan forum silaturahim dengan saudara dan para tetangga yang  mungkin berpisah karena alasan pekerjaan,” katanya.

Terpopuler