REPUBLIKA.CO.ID, KARANGANYAR -- Kemacetan arus lalu-lintas dimanfaatkan oknum tertentu untuk kepentingan kantong pribadi. Pemudik yang memilih jalur alternatif jalan tembus Tawangmangu, Karanganyar (Jateng)-Magetan (Jatim) dijadikan ajang praktik pungutan liar (Pungli) kelompok tertentu.
Pelaku mencegat setiap kendaraan roda empat yang lewat, dengan menyodorkan karcis senilai Rp 5 ribu. Pelaku mengaku memungut uang sebagai bentuk 'kontribusi' masuk kawasan wisata.
''Saya pilih jalur alternatif jalan tembus sini, biar lebit cepat. Tapi, malah dipalak orang. Bukan soal uang Rp 5 ribu, tapi saya yakin uang tersebut masuk kantong pribadi. Bukan untuk kepentingan masyarakat. Ya, daripada bermasalah dan repot, saya kasih uang Rp 5 ribu,'' ujar Totok Sudarto (45) pemudik asal Kediri, Jatim, Jumat (1/8)
Menurut Totok, hampir semua pengendara roda empat mengasih uang. Hampir tak ada yang berani menolak. Kebanyakan pengguna jalan tak ingin bermasalah selama perjalanan.
''Katimbang ramai, mending kasih mereka /nggojing/ (lima ribu),'' tambah Suwanto (42).
Seperti diketahui, pos penarikan retribusi masuk kawasan wisata puncak Gunung Lawu, mestinya tak berada dipenggal jalan tembus Tawangmangu-Magetan. Paling tidak, ada pos resmi yang menarik DPPKAD (Dinas Pengelolaan Pendapatan dan Keuangan Asli Daerah) atau Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) setempat. Tapi, pemungut karcis liar berada disembarang tepi jalan.
Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Karanganyar, Eko Budihartoyo, mengatakan, praktik itu jelas ilegal. Pemkab menarik retribusi masuk kawasan wisata lereng Gunung Lawu hanya pada Tempat Penarikan Retribusi (TPR) Gondosuli (Tawangmangu), Sukuh (Ngargoyoso), Matesih (menuju Astana Mangadeg dan Astana Giribangun) serta di Jalan Raya Tawangmangu melintasi Matesih (jalur Selatan).
''Jadi, kalau ada pihak yang memungut uang semacam itu jelas liar. Ilegal,'' kata Eko. Ia menyesalkan perbuatan ini. Namun demikian, Eko tak bisa berbuat banyak.