REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur menggelar atraksi budaya "Barong Ider Bumi" sebagai salah satu rangkaian dari agenda pariwisata "Banyuwangi Festival 2014".
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan Barong Ider Bumi yang digelar Selasa (29/7) adalah upacara adat Suku Osing yakni suku asli Banyuwangi, yang dilaksanakan pada setiap hari kedua bulan Syawal sesuai penanggalan Islam.
"Atraksi budaya ini digelar di Desa Kemiren, sebuah desa adat yang menjadi basis Suku Osing," katanya, Rabu (30/7).
Sesepuh adat Desa Kemiren, Timbul, menjelaskan Barong adalah semacam kostum dengan topeng dan pernak-pernik sebagai penggambaran hewan yang menakutkan.
Dalam mitologi masyarakat Osing, Barong dipercaya sebagai lambang kebaikan yang mempunyai kemampuan untuk mengusisr roh-roh jahat. Masyarakat Suku Osing percaya dengan melakukan Barong Ider Bumi, kehidupan setahun mendatang akan membahagiakan.
Pada atraksi tersebut, seluruh warga Desa Kemiren keluar rumah mengarak tiga barong Osing yang diawali dari pusaran (gerbang masuk) desa ke arah barat menuju tempat mangku barong sejauh dua kilometer.
Selama diarak warga, barong-barong tersebut juga diikuti para sesepuh desa yang berjalan beriringan sambil membawa dupa dan melafalkan doa-doa untuk keselamatan seluruh warga. Tidak lupa, tabuhan musik khas Osing juga mengiringi, sangat meriah namun tetap sakral.
Menurut Timbul, upacara adat leluhur ini digelar sebagai bentuk syukur pada Yang Kuasa atas karunia-Nya yang telah memberikan ketentraman dan kemakmuran kepada warga desa, selain juga tradisi itu dipercaya dapat menghilangkan bala bencana.
"Dalam kepercayaan masyarakat Osing, Barong ini dirasuki roh leluhur," tutur Timbul.
Setelah diarak sejauh dua kilometer, para Barong digiring kembali ke pusaran untuk selamatan bersama. Di sinilah puncak acaranya, yakni selamatan dengan menggunakan "tumpeng pecel pitik" (ayam kampung yang dibakar dengan ditaburi kelapa) sebagai wujud rasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan keberkahan.
Tumpeng pecel pitik ini jumlahnya banyak sekali, karena setiap keluarga menyuguhkan pecel pitik untuk makan bersama-sama.
"Ini dianggap sebagai sedekah Syawal. Sehari sebelumnya, masyarakat membuat kupat lepet dan kue-kue tradisional khas Banyuwangi untuk dibagikan kepada penonton," tambah Timbul.