REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Prof. Nasaruddin Umar, menyatakan Idul Fitri adalah momentum untuk mengingatkan kembali kepentingan akhirat jauh lebih penting dari kepentingan sesaat duniawi.
Menurut Nasaruddin, proses Pilpres 2014 merupakan bagian dari kepentingan sesaat duniawi. Pilpres bukan segala-galanya, masih ada kepentingan akhirat yang jauh lebih besar daripada sekedar Pilpres.
"Pilpres 2014 harus disikapi oleh ummat Islam dengan cara berpikir tenang dan rasional serta dingin. Khususnya dalam menghadapi panasnya suhu politik saat dan setelah Pilpres," tutur Nasaruddin saat dihubungi Republika, Selasa (29/7) pagi.
Nasaruddin pun menyatakan makna Iedul Fitri artinya kembali 'fitri' atau berbuka setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan.
"Pada hari Iedul Fitri, ummat Islam diharamkan berpuasa oleh Allah SWT. Jadi, makna sesungguhnya Iedul Fitri ialah kembali Fitri atau berbuka setelah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan," papar Nasaruddin.
Menurut Nasaruddin, pengertian Iedul Fitri dengan istilah kembali ke 'fitrah' atau jati diri seperti bayi yang baru lahir kurang tepat dalam konteks Iedul Fitri.
Pengertian kembali ke 'fitrah', jelas Nasaruddin, jauh sekali dengan asal kata 'Iedul Fitri' yang artinya kembali berbuka.
Pasalnya, dosa yang dilakukan sesama manusia hanya bisa diampuni oleh Allah SWT jika dimaafkan oleh orang yang dizhalimi.
Puasa Ramadhan, lanjut Nasaruddin, tidak akan menghapus dosa yang dilakukan antar sesama manusia, karena satu-satunya cara adalah meminta maaf kepada orang yang dizhalimi itu.
Puasa Ramadhan hanya dapat memperoleh ampunan dari Allah SWT atas dosa yang dilakukan manusia terhadap Allah SWT.
"Jadi, kalau yang punya hutang atau dosa dengan orang lain, itu tidak akan terhapus hanya dengan berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan," ungkap Nasaruddin.