REPUBLIKA.CO.ID, Shuhaib melanjutkan lagi perjalanan hijrahnya seorang diri tetapi berbahagia, hingga akhimya berhasil menyusul Rasulullah SAW di Quba.
Waktu itu Rasulullah sedang duduk dikelilingi oleh beberapa orang sahabat, ketika dengan tidak diduga Shuhaib mengucapkan salamnya.
Rasulullah yang melihatnya berseru dengan gembira. Rasulullah pun bersabda, "Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya. Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!”
Dan ketika itu juga turunlah ayat, "Dan di antara manusia ada yang sedia menebus dirinya demi mengharapkan keridhaan Allah, dan Allah Maha penyantun terhadap hamba-hambanya.” (QS al-Baqarah: 207).
Memang, Shuhaib telah menebus dirinya yang beriman itu dengan segala harta kekayaan, ia mengumpulkan harta kekayaan itu dengan menghabiskan masa mudanya. Seluruh usia mudanya, dan sedikit pun ia tidak merasa dirinya rugi.
Ia amat disayangi oleh Rasulullah SAW. Di samping kesalehan dan ketakwaannya, Shuhaib adalah seorang periang dan jenaka. Pada suatu hari, Rasulullah melihat Shuhaib sedang makan kurma dan salah satu matanya bengkak.
Rasulullah bertanya kepadanya sambil tertawa, "Mengapa kamu makan kurma sedang sebelah matamu bengkak?"
“Apa salahnya?” timpal Shuhaib. "Saya memakannya dengan mata yang sebelah lagi."
Shuhaib juga seorang pemurah dan dermawan. Tunjangan yang diperolehnya dari Baitul Mal dibelanjakan semuanya di jalan Allah, yakni untuk membantu orang yang kemalangan dan menolong fakir miskin dalam kesengsaraan.
Hal itu dilakukannya untuk memenuhi firman Allah SWT, “Dan diberikannya makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang tawanan,” (QS al-Insan: 8).
Sampai-sampai kemurahannya itu mengundang peringatan dari Umar. Umar pernah berkata kepada Shuhaib, “Aku lihat kamu banyak sekali mendermakan makanan hingga melewati batas.”
Shuhaib menjawab, “Sebab, saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sebaik-baik kalian ialah yang suka memberi makanan.”
Setelah diketahui kehidupan Shuhaib berlimpah ruah dengan keutamaan dan kebesaran, maka ia dipilih Umar bin Khathab untuk menjadi imam bagi kaum Muslimin dalam shalat.
Tatkala Amirul Mukminin diserang orang sewaktu melakukan shalat Subuh bersama kaum Muslimin. Maka disampaikannyalah pesan dan kata-kata akhirnya kepada para sahabat, “Hendaklah Shuhaib menjadi imam kaum Muslimin dalam shalat!”
Ketika itu, Umar telah memilih enam orang sahabat yang diberi tugas untuk mengurus pemilihan khalifah baru. Dan Khalifah kaum Musliminlah yang biasanya menjadi imam dalam shalat-shalat mereka.
Maka siapakah yang akan bertindak sebagai imam dalam saat-saat vakum antara wafatnya Amirul Mukminin dan terpilihnya khalifah baru itu? Dan Umar telah memilih Shuhaib, sembari menunggu munculnya khalifah baru yang akan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. (101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni)