Maksimalkan Hari-Hari Terakhir Ramadhan (2-habis)

Rep: Hannan Putra / Red: Chairul Akhmad

Jumat 25 Jul 2014 22:27 WIB

Jamaah iktikaf di masjid At-Tin, Jakarta. Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang/ca Jamaah iktikaf di masjid At-Tin, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Hilang kesempatan berpuasa, hilang kesempatan mendirikan malam Ramadhan. Atau, disibukkan dengan urusan membeli baju baru dan belanja kebutuhan hari raya.

"Harusnya, kita sibukkan diri dengan shalat Tarawih, qiyamul lail, kemudian ditambah dengan witirnya. Banyakkan membaca Alquran, iktikaf di masjid, bersihkan harta kita dengan mengeluarkan zakat (mal/harta), sucikan jiwa dengan zakat fitrah. Di samping itu, jalin silaturrahmi dan rekatkan ukhuwah," pesan Kiai Zakky.

Menurutnya, tujuan puasa untuk melahirkan kesucian jiwa. Jadi, yang utama harus dilakukan adalah tazkiyatun nafs.

"Bukan sekadar haus dan lapar saja yang kita peroleh, tapi penyucian jiwa. Kita bisa bersihkan dengan penyakit-penyakit kejiwaan, seperti hasad, ghibah, mengadu domba, dan sebagainya. Kita harus bisa pula meningkatkan kualitas keagamaan kita dengan memperbanyak ibadah sunah dan meningkatkan keikhlasan," katanya menambahkan.

Wakil Dekan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KH Ahmad Mukrie Ajie MA, menambahkan, menyibukkan diri dengan iktikaf merupakan sunah Nabi yang setiap tahun rutin beliau SAW laksanakan.

"(Iktikaf) ini petunjuk langsung dari Baginda Rasulullah SAW. Fokus dan konsentrasilah dengan kegiatan hanya untuk Allah melalui iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sehingga selain siang Ramadhan, malamnya bisa qiyam," ujarnya.

Menurutnya, sayang sekali jika waktu-waktu puncak di bulan Ramadhan terlewatkan tanpa ada kesungguhan mencari malam Lailatul Qadar. "Harapannya, Lailatul Qadar itu puncak komunikasi dengan Allah. Kita mendapatkan reward atau bonus dari Allah yang diperuntukkan untuk hamba-Nya yang bersungguh-sungguh," paparnya.

Ibaratnya pertandingan Piala Dunia, waktu semakin ke ujung adalah waktu-waktu menuju final. Nilainya tentu lebih tinggi dan lebih bergengsi. Jika di awal-awal, yang berlaga tentu hanya negara-negara pesepak bola yang masih awam.

Makin ke ujung, makin bergengsi. Begitu pulalah ibaratnya Ramadhan. Makin ke ujung dari bulan Ramadhan, maka kualitas hari-harinya makin bergengsi pula.

Namun, apa yang terlihat dari semangat ibadah umat Islam justru berbanding terbalik. Makin ke ujung Ramadhan, masjid-masjid kian sepi. Umat Islam sudah kendur semangat dan sibuk dengan persiapan kue-kue Lebaran, pakaian baru, dan mudik ke kampung halaman.