Perpisahan dan Pelepasan Bulan Ramadhan (1)

Red: Chairul Akhmad

Kamis 24 Jul 2014 12:49 WIB

Kondisi sahabat dalam melepas bulan Ramadhan sangat berbeda dengan keadaan kita. Foto: Republika/Agung Supriyanto/ca Kondisi sahabat dalam melepas bulan Ramadhan sangat berbeda dengan keadaan kita.

Oleh: DR Fadhlullah Muhammad Said MA*

Tanpa terasa kita sudah berada di pengujung bulan Ramadhan. Di samping menyambut kehadiran Ramadhan, kita juga dianjurkan melepas bulan Ramadhan dengan ucapan “Marhaban ya Ramadhan Ma'a al-Salamah ila alliqa".

Al-kisah, di akhir-akhir pengujung Ramadhan, mulailah tampak kesedihan di hati para sahabat dan gundah gulana di wajahnya, Mengapa demikian? Tamu terhormat bulan Ramadhan akan meninggalkannya.

Kondisi sahabat dalam melepas bulan Ramadhan sangat berbeda dengan keadaan kita. Kalau sahabat bersedih, sebaliknya kita penuh keceriaan dan kegembiraan.

Para sahabat Nabi SAW bersikap demikian, karena mereka sadar betul bahwa berlalunya Ramadhan secara otomatis detik, hari, waktu yang penuh rahmat, berkah, ampunan, berlipat gandanya pahala setiap kebajikan, kehadiran atmosfer rohani yang kondusif untuk taqarrub kepada Allah akan meninggalkannya.

Mereka lebih khawatir lagi, tidak ada garansi umur mereka dari Allah SWT untuk melaksanakan puasa Ramadhan pada tahun depan. Tidak ada jaminan mereka ketemu kembali dengan bulan ini.

Kekhawatiran ini semakin menjadi di kala ia berpikir dan merenungkan seluruh bentuk amaliyah Ramadhannya, apa sudah sempurna atau belum? Kuantitas dan kualitas ibadah yang mereka lakukan belum ada jaminan dari Allah SWT, diterima.

Mereka sangat cemas jangan sampai mereka hanya memperoleh seperti yang digambarkan Nabi SAW yaitu lapar, dahaga, dan rasa capai saja.

Konon Ali bin Abi Thalib setiap malam penghabisan Ramadhan tampak cemas di wajah, gelisah dan berlinang air mata dari lubuk hatinya berguman yang diucapkan lewat lidahnya, "Wahai dapatkah kiranya aku mengetahui siapa diantara kalian yang diterima amalan puasanya, saya akan mengucapkan selamat berbahagia kepadanya! Siapakah diantara kita yang bernasib malang, ditolak ibadah puasanya, supaya saya dapat menghibur hatinya!"

Kondisi seperti inipun di alami Ibnu Mas'ud. Ia kerapkali berujar, "Wahai saudaraku yang telah pasti diterima ibadah puasanya, selamat dan berbahagialah, dan wahai saudara-saudaraku yang ditolak ibadah puasanya, aku turut berdoa semoga Allah menutup/menghalangi bencana yang akan menimpa dirimu."

*Ketua Yayasan Ponpes Babussalam Ciburial Dago Bandung