Hitungan Niat Puasa Ramadhan (1)

Red: Chairul Akhmad

Rabu 23 Jul 2014 17:09 WIB

Niat dalam setiap amalan ibadah memegang peranan penting. Foto: Tahta Aidilla/Republika Niat dalam setiap amalan ibadah memegang peranan penting.

Oleh: Hafidz Muftisany

Selepas shalat Tarawih yang ditutup shalat Witir, di beberapa masjid imam shalat mengajak jamaah untuk melafazkan niat puasa Ramadhan untuk esok hari.

Ajakan ini biasanya dilafazkan secara berjamaah dan diucapkan secara jahr atau dilafalkan. Setiap malam lafaz niat diulang untuk puasa esok hari.

Di sisi lain, muncul pertanyaan bolehkah niat puasa Ramadhan dikumpulkan dalam satu hari pada awal untuk puasa sebulan penuh? Mengingat jika terlupa niat, maka puasa Ramadhannya menurut beberapa ulama tidak sah.

Niat dalam setiap amalan ibadah memegang peranan penting. Karena niatlah yang membedakan sebuah perbuatan bernilai ibadah atau tidak. Seseorang yang melakukan gerakan shalat namun tidak berniat shalat maka gerakan itu tidak bernilai shalat.

Termasuk orang yang menahan makan dan minum dari fajar hingga matahari tenggelam, namun niatnya bukan puasa melainkan diet, maka dia hanya dihitung diet bukan puasa.

Seperti sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya setiap amalan tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang dia niatkan." (HR Bukhari Muslim).

Untuk niat puasa Ramadhan, mantan mufti agung Mesir Syekh Ali Jum'ah Muhammad mengatakan niat puasa Ramadhan masuk dalam kategori puasa wajib. Sehingga, niatnya harus dilakukan pada malam hari sebelum masuk waktu fajar. Sesuai sabda Nabi SAW, "Barang siapa yang tidak berniat puasa sebelum datang waktu fajar maka puasanya tidak sah." (HR Ahmad).

Berbeda halnya dengan puasa sunah. Niat bisa dilakukan setelah matahari terbit selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Dari Ummu Darda' ia bercerita, bahwa Abu Darda' pernah bertanya, "Apakah engkau mempunyai makanan?" Aku menjawab,"Tidak." Lalu ia mengatakan, "Jadi hari ini aku berpuasa. Hal itu juga pernah dilakukan oleh ABu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Hudzaifah (HR Bukhari).