Ramadhan, Masjid di AS Semakin Ramai (2-habis)

Red: Chairul Akhmad

Rabu 23 Jul 2014 11:23 WIB

Muslim Amerika melaksanakan shalat di salah satu masjid di Kota New York. Foto: Reuters Muslim Amerika melaksanakan shalat di salah satu masjid di Kota New York.

Oleh: Teguh Firmansyah

Berbeda dengan di Indonesia, acara buka puasa bersama di sana lebih banyak  mengandalkan sumbangan.

Jadi, orang yang datang akan membawa makanan untuk disantap bersama. “Istilahnya pot-luck,” ujar Karlina.

Panitia biasanya hanya menyediakan air minum dan kurma. Panitia juga menerima sumbangan berupa uang yang akan digunakan untuk keperluan acara tersebut. Walau begitu, yang tidak membawa makanan tak perlu khawatir.

Mereka tetap boleh datang dan buka puasa bersama. Sejauh ini, ia mengungkapkan, tidak pernah kekurangan. “Malah selalu berlebih sehingga bisa dibawa pulang jamaah atau dibuat sebagai bingkisan dan disumbangkan ke gelandangan,” katanya.

Ia mengakui, masjid di lingkungan perumahan tempatnya tinggal tidak ada buka puasa bersama. Hanya disediakan kurma dan air putih. Namun pada umumnya masjid-masjid, khususnya di Washington, selalu memberikan makanan buka puasa dengan menu lengkap.

Mulai dari makanan kecil sampai nasi dan lauk pauknya. “Sebanyak apa pun jamaah, selalu bisa diakomodasi,” katanya yang tak mudik ke Indonesia pada tahun ini.

Di Washington, DC, jamaah umumnya datang ke Islamic Center of Washington atau Masjid Muhammad. Ini merupakan masjid pertama yang dibangun di Washington.

Iftar non-Muslim

Masjid-masjid biasanya juga mengadakan inter-faith iftaar atau buka puasa bersama dengan non-Muslim. Masjid lain menyebut acara ini dengan masajid open house. Jadi, orang-orang non-Muslim diundang untuk datang ke masjid guna melihat langsung apa yang dilakukan umat Islam selama Ramadan.

“Mengapa kok selama sebulan ini, masjid jauh lebih ramai dari hari-hari biasa. Setelah shalat Maghrib, sambil menunggu Isya, biasanya ada dialog atau tanya jawab mengenai Islam. Orang-orang non-Muslim itu dipersilakan bertanya apa saja yang ingin mereka ketahui tentang Islam,” ujar Karlina.

 

Berdasarkan pengalaman Mohamad Joban, Imam Masjid Ar-Rahmah di Redmond, Negara Bagian Washington, dampak acara masajid open house atau inter-faith iftaar sangat positif. Masyarakat non-Muslim umumnya menjadi lebih hangat terhadap Muslim. Bahkan, ada juga yang kemudian masuk Islam.

 

Sejumlah kegiatan lain, kata Karlina, yakni Qur’an Camp untuk anak kecil dan remaja. Kemudian, ceramah khusus terkait puasa. Karlina menambahkan, Ramadhan tahun ini udara terasa lebih nyaman karena di Washington tidak terserang gelombang panas seperti pada tahun lalu. Suhu udara pun tidak sampai melebihi 100 Fahrenheit atau sekitar 37 derajat Celcius.

Secara terpisah di Tulsa, Negara Bagian Oklahoma, Muslim dan umat Kristen setempat mengadakan kegiatan amal bersama. Mereka membagikan makanan kepada tunawisma.  “Kami rasa ini akan menjadi hal menyenangkan selama Ramadhan,” ujar Allison Moore, Direktur Eksekutif Surayya Anne Foundation.

Terpopuler