'Taliban' dari Jalan Juanda

Red: A.Syalaby Ichsan

Selasa 22 Jul 2014 20:11 WIB

Muhammad Yusuf Foto: Republika/A.Syalaby Ichsan Muhammad Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, Tak ada apa pun di ruang kosong itu kecuali Alquran, karpet, dan sajadah. Muhammad Yusuf, si empunya ruang, menunjukkan kepada Republika tempat yang didesain untuk berhibernasi di sudut kantor itu. “Ini tempat saya merenung dan menyendiri,”ujar Yusuf saat berbincang dengan Republika di kantor Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) di Jalan Juanda, Jakarta, Jumat (18/7).

Sebagai kepala PPATK, Yusuf membutuhkan tempat untuk mendekatkan diri dengan Tuhannya, terutama selama bulan suci. Di sana, Yusuf membaca dan menghayati Alquran. Mantan kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini mengaku baru saja mengkhatamkan kitab suci untuk putaran pertama pada 15 Ramadhan. Dia pun hendak melanjutkan khatam yang kedua kali hingga akhir puasa.

“Tapi, kali ini saya tidak mau terlalu ngoyo. Saya ingin cari hikmahnya,” tuturnya. Yusuf pun me nyediakan tempat partitur khusus untuk Alquran Madinah miliknya. Dengan cara itu, Yusuf mengaku dapat membaca Alquran dan memaknainya lebih dalam. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini mengungkapkan, kisah-kisah Alquran dapat menginspirasinya untuk melakukan pekerjaan yang penuh risiko.

Maklum saja, Yusuf mengepalai lembaga penampung jutaan transaksi keuangan. Semua data yang dipegangnya akan dipilah untuk dikelompokkan sebagai transaksi mencurigakan. Lantas, para analis akan meneliti hilir mudik aliran transaksi tersebut untuk kemudian dijadikan laporan hasil analisis (LHA). PPATK kemudian akan melaporkan LHA kepada penegak hukum, seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung, untuk dijadikan penyidikan.

LHA PPATK sering menyasar para penjahat. Dari koruptor kelas kakap hingga teroris mampu diungkap. Kasus-kasus besar, seperti mafia pajak Gayus Tambunan hingga kasus korupsi Hambalang, diawali dari LHA PPATK. Posisinya sebagai ‘gelandang’ penyuplai bola ini pun membuat Yusuf akrab dengan ancaman.

Pada suatu waktu, Yusuf pernah mengungkap adanya 2.000 transaksi mencurigakan dari rekening anggota dewan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI. Usai rapat tersebut, Yusuf pun mendapatkan pesan singkat dari salah satu pejabat di negeri ini. “Hati-hati kamu. Jangan sampai jadi Antasari kedua,” ujar Yusuf mencontohkan salah satu isi SMS yang dia terima.

Hidup di tengah ancaman tak membuat nyali Yusuf ciut. Dengan rahmat Allah, Yusuf yakin akan mendapat perlindungan. Dia pun mencoba menularkan ilmu agama kepada semua pegawai PPATK. Dengan agama, Yusuf percaya para pegawainya akan ‘jijik’ menerima duit haram.

Ketika sedang di kantor, Yusuf berupaya tak pernah absen shalat berjamaah di mushala bersama para karyawan. Dia pun mencoba membiasakan para karyawan untuk mengisi kuliah tujuh menit (kultum) sebelum shalat secara bergiliran. Yusuf juga menyelenggarakan kelas tahsin Alquran untuk para karyawan setiap pekan. Kebiasaan ini sudah dia lakukan sejak menjadi kajari Jaksel. “Pemimpin harus turun langsung sebagai teladan.”

Tak sekadar di kantor, Yusuf rajin memberi ceramah agama di masjid dan institusi pemerintahan. Mantan aspidsus Kejati DKI Jakarta ini kerap mengisi khutbah Jumat dan kuliah ruhani. Dalam ceramahnya, Yusuf selalu mengingatkan kepada umat Islam untuk jauh dari korupsi. Dia pun mengisahkan kepada khalayak bagaimana kisah seorang hakim konstitusi yang harus divonis seumur hidup penjara karena kasus tindak pidana khusus itu. “Allah kan bilang, jika kamu bersyukur, nikmatmu pasti bertambah, kalau ingkar, azab Allah itu pasti pedih.”

Militansi Yusuf untuk memberantas korupsi tidak lahir tiba-tiba. Selain belajar dari kisah Alquran, Yusuf kagum dengan semangat juang para mujahid Afghanistan saat melawan Uni Soviet pada era 1990-an. Saat mengenyam kuliah di UI, ayah empat anak ini pun sempat berbincang dengan para mujahid tersebut di kantor Kedutaan Besar Irak.

“Kisah-kisah hebat, seperti bom yang jatuh, tapi tidak meledak di medan perang dan darah mujahid yang bersinar itu menginspirasi saya,” ujarnya. Usai pertemuan itu, Yusuf sadar jika orang yang berjuang di jalan Allah akan mendapatkan perlindungan. Dia pun mendapatkan julukan baru dari kolega lamanya sebagai ‘Taliban’. Jika para mujahid berjuang dengan senjata, Yusuf berjihad lewat LHA.

Terpopuler