Semarak Ramadhan di Perbatasan (2)

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad

Sabtu 19 Jul 2014 21:49 WIB

Program dai pedalaman. Foto: Republika/Tahta Aidilla Program dai pedalaman.

REPUBLIKA.CO.ID, Selain berdakwah, Tamamur juga membantu mengajar SD Islam dan MTS yang ada di Atambua. Ia juga membantu dalam membangun sumur bagi warga Atambua.

Selama di Atambua, kendala yang paling dirasakan Tamamur, yakni sulitnya penerangan. Listrik di sana sangat terbatas, begitu juga transportasi untuk ke pelosok.

Mualaf di Atambua sendiri juga sangat sulit berjuang. Tamamur mengisahkan saat seorang menjadi mualaf tak sedikit yang diusir keluarga dan dicemooh masyarakat.

Beda di Atambua, beda pula di Sambas, Kalimantan Barat. Daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini semarak dalam menyambut Ramadhan.

Bahkan, menurut dai DDII di Sambas, Ustaz Satono, tak jarang ia juga mengisi dakwah di daerah Malaysia. “Penduduk Malaysia juga banyak shalat Jumat di Sambas,” kata Satono.

Di Sambas, 99,99 persen warganya Muslim Melayu. Masyarakat Indonesia dan Malaysia pun saling berdampingan dalam hidup beragama. Pemerintah Kabupaten Sambas sangat mendukung kegiatan keagamaan di daerahnya. Ustaz Sartono memiliki lembaga pendidikan dakwah bagi putra daerah Sambas.

“Kami sediakan asrama untuk mendalami dakwah selama dua tahun, setelah itu mereka harus kembali ke daerahnya untuk menyebarkan dakwah,” ujarnya.

Ustaz Satono mengungkapkan bahwa dai yang disiapkannya diharapkan dapat mencapai tiga tujuan utama. Pertama, ikut serta mengawal pemerintah dalam menjaga kesatuan NKRI.

Kedua, ikut membantu mencerdaskan anak-anak bangsa dan ketiga, membina anak-anak perbatasan memberantas buta huruf Alquran. Setiap Ramadhan, Ustaz Satono bersama dai yang menetap di Sambas menyelenggarakan safari Ramadhan.