Semarak Ramadhan di Perbatasan (1)

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad

Sabtu 19 Jul 2014 21:39 WIB

Program dai pedalaman. Foto: Republika/Tahta Aidilla Program dai pedalaman.

REPUBLIKA.CO.ID, Syiar Ramadhan tak hanya dirasakan di gemerlap masjid perkotaan. Nun jauh di daerah perbatasan negeri, para dai dengan ikhlas menyusuri pedalaman untuk menghidupkan Ramadhan.

Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi saksi banyak hijrahnya warga Timor Leste ke Indonesia karena menjadi mualaf. Dai Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di Atambua, Ustaz Achwan, sudah 14 tahun menetap dan mengabdikan diri berdakwah di Atambua.

Ia harus naik turun gunung dan menjangkau daerah yang luas karena minimnya dai di daerah sana.

“Saya mengasuh sekitar 500 mualaf,” ujarnya. Beruntung, saat Ramadhan, kegiatan keagamaan jauh lebih semarak. Artinya juga, Achwan harus nonsetop berdakwah ke pelosok. “Kami berdakwah usai shalat Subuh, menjelang berbuka puasa, dan setelah shalat Tarawih.”

Achwan bersyukur Ramadhan kali ini ia mendapat bantuan dari dai mahasiswa STID Mohammad Natsir. Lima dai mahasiswa disebar ke titik-titik pedalaman untuk membantu Achwan menyebarkan ajaran Islam.

Tanggapan positif diterima oleh masyarakat di sana ketika dai DDII datang. Namun, kendala datang dari minimnya dukungan pemerintah setempat. “Mengingat daerahnya minoritas Muslim,” ujar Achwan.

Padahal selain berdakwah, Achwan mengungkapkan, dai-dai ini diwajibkan untuk membantu perekonomian warga binaannya. “Saat ini, ada 18 kelapa keluarga yang diberi ternak untuk usaha,” kata Achwan.

Dai mahasisawa dari STID Mohammad Natsir, Ustaz Tamamur Ridhla, menyebut antusias belajar agama masyarakat Atambua sangat tinggi. “Masih dibutuhkan banyak dai di sini,” ujarnya yang sudah dua pekan berada di Atambua.

Selama Ramadhan, Tamamur bertanggung jawab menjadi imam shalat Tarawih maupun shalat wajib di tiga Desa, Atapupu, Sukamitetek, dan Atambua.