Pudarnya Semangat Ramadhan di Komunitas Arab (1)

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Chairul Akhmad

Kamis 17 Jul 2014 13:39 WIB

Kaum Muslim menunggu saat berbuka puasa di Masjid Sultan Turki bin Abdullah di Riyadh, Arab Saudi. Foto: Reuters Kaum Muslim menunggu saat berbuka puasa di Masjid Sultan Turki bin Abdullah di Riyadh, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, Pertumbuhan ekonomi, perubahan gaya hidup, dan perkembangan teknologi telah menjauhkan Muslim dari esensi spiritual Ramadhan. Hal itu diyakini ulama Uni Emirat Arab yang juga menghadapi persoalan itu di negara mereka.

Seperti dikutip the Gulf News, Senin (14/7), Ramadhan sejatinya merupakan bulan spesial bagi Muslim, bulan untuk berdoa, beribadah, dan meningkatkan ketaatan.

Selama bulan suci ini, Muslim di seluruh dunia diharapkan memperbaiki aspek individual dan spiritual untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan.

Namun, dalam 10 tahun terakhir, kalangan ulama Uni Emirat Arab menilai tradisi dan ritual  Ramadhan telah digantikan dengan tren terbaru dengan nilai spiritual yang minim. Pada masa lalu, masyarakat menyambut datangnya Ramadhan dengan tradisi khusus dan lagu yang membawa atmosfer khusus puasa.

Saat ini, masyarakat merayakan bulan suci dengan mengunjungi kafe shisha, berbuka puasa bersama, berbelanja di mal, dan menonton sinetron di televisi. Bahkan, lentera warna-warni yang digunakan untuk menghias jalanan dan rumah-rumah di komunitas Muslim telah lama hilang.

Ulama terkemuka, Ahmad al-Qubaisi, menyatakan, hilangnya semangat Ramadhan disebabkan faktor sosial, politik, ekonomi, materi, psikologi, dan konsumerisme yang meningkat. Dia percaya secara umum semangat berpuasa telah hilang sama sekali di komunitas Arab.

"Ramadhan adalah bulan yang tersedia berbagai pilihan bagi Muslim untuk menyucikan jiwa mereka. Namun, kini Ramadhan telah menjadi bulan yang tidak beda dengan rutinitas harian. Alih-alih mendekatkan diri kepada Tuhan dengan beribadah, masyarakat justru mengonsumsi makanan dalam jumlah besar, menghabiskan berjam-jam menonton program Ramadhan, dan tidur setelah fajar," ujar al-Qubaisi.

Terpopuler