Semangat Jelang Akhir Ramadhan

Rep: Sonia Fitri/ Red: Chairul Akhmad

Kamis 17 Jul 2014 09:55 WIB

Suasana iktikaf pada 10 akhir Ramadhan di sebuah masjid. Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang Suasana iktikaf pada 10 akhir Ramadhan di sebuah masjid.

REPUBLIKA.CO.ID, Hanya sekali naik bajaj, Sri Mulyani tiba di tempat tujuan. Dari rumahnya di kawasan Menteng, ia menuju Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK). Menjelang sepuluh hari terakhir Ramadhan, ia ingin lebih khusyuk beribadah di sana.

Sri biasanya datang sendirian. “Tetangga pada susah diajak, mungkin sibuk, ya,” katanya saat ditemui seusai shalat Zhuhur di MASK, Selasa (15/7). Karena itu, anak semata wayangnya sempat melarang.

Anaknya khawatir karena sang ibu pergi sendirian dan juga dalam pengobatan diabetes. Namun, Sri tetap kukuh pada keinginannya. Ia beralasan lebih nikmat beribadah di masjid. Lebih khusyuk dan sehat.

Sri yang kini berusia 64 tahun mengatakan, MASK menggelar iktikaf. Ini sudah dimulai. Biasanya semakin sore suasana kian ramai. “Anak-anak muda juga biasanya ada, mungkin besok atau sore mereka gabung.”

Sri dan sejumlah jamaah lain tetap bersemangat menekuni ibadah hingga fase akhir Ramadhan. Apalagi, pada fase akhir ada lailatul qadar yang diyakini dapat diraih oleh umat Islam pada hari-hari ganjil sepuluh hari terakhir bulan suci.

Harapan memperoleh lailatul qadar mendorong El Tyastiwi betah di MASK. Sejak hari pertama Ramadhan sampai sekarang, ia konsisten menekuni ibadah di masjid. Ia fokus pada amaliah harian, seperti membaca Alquran.

Selain itu, ia banyak mendengarkan tausiyah dan berzikir. Ia pun tergerak untuk bederma. Ia mengantongi Rp 200 ribu untuk disedekahkan. Selebihnya, ia mengandalkan nasi kotak berbuka dan makan sahur dari pengurus masjid.

“Seluruh Ramadhan itu harinya Allah, jadi sepanjang Ramadhan, ya harus semangat,” kata Tyas yang menjadi mualaf pada 2009. Perantau asal Semarang, Jawa Tengah, ini mengaku ingin memperoleh nikmat lailatul qadar.

Ia memang sejak awal ingin beriktikaf, mengisi sepuluh hari terakhir Ramadhan dengan ibadah. Menurut Tyas, persiapannya sederhana saja. Ia hanya membawa pakaian, obat-obatan, dan peralatan kebersihan seperlunya.

Sisanya, ada mukena, Alquran, dan tasbih yang selalu digunakannya hampir setiap waktu. Ia berharap dengan selalu berada di rumah Allah maka Allah akan lebih menyukainya. Ia merasa selalu semangat.

Selain bisa banyak beribadah, berlama-lama di masjid membuat sakit pinggang dan kencing manis yang dideritanya tak terasa. Ia meyakini obat paling mujarab dari penyakit termasuk yang dideritanya, yakni membaca Alquran.

Di sisi lain, Tyas mengingatkan dari semua itu yang paling penting, yaitu hati yang ikhlas, tak menyakiti orang, dan tak banyak membicarakan hal tak bermanfaat. “Dengan begitu, Allah akan selalu memberikan kesehatan.”

Sepanjang ibadah di masjid, Tyas didampingi sahabatnya, Ninuk. Keduanya sama-sama sudah sejak awal Ramadhan menautkan hati dengan masjid. “Semoga kualitas ibadah tahun ini lebih baik daripada tahun lalu,” ujar Ninuk.

Sejumlah masjid telah mempersiapkan diri menyambut jamaah yang mengisi sepuluh hari terakhir Ramadhan dengan beriktikaf. Ada MASK yang memberikan layanan kepada para jamaahnya untuk beriktikaf.

Pengurus masjid menambah fasilitas kamar mandi dan wudhu bagi jamaah yang diyakini membeludak. Masjid lainnya, Baitul Ihsan, Bank Indonesia. Diperkirakan hingga ribuan jamaah akan memadati masjid itu saat iktikaf.

Terpopuler