Menjaga Atmosfer Ramadhan di Pedesaan Yaman

Rep: mgrol25/ Red: Agung Sasongko

Rabu 16 Jul 2014 13:00 WIB

Ramadhan di Yaman Foto: AP Ramadhan di Yaman

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA – Pembangunan dengan masif, ritual dan tradisi di perkotaan menghilangkan atmosfer Ramadhan di Yaman. Namun, atsmofer itu  masih terjaga dengan baik di pedesaan.

Di pedesaan, orang-orang hidup tenang dan meningkatkan daya spiritualitas sepanjang bulan suci. Beberapa keluarga mengekspresikan kebahagiaan mereka dengan menyalakan banyak lentera sambil menyanyikan lagu yang berkaitan dengan Ramadhan.

“Saya menghabiskan Ramadhan di desa untuk membersihkan jiwa,” tutur Saddam Al Raymi, penduduk kota yang pulang ke Desa Ibb, Yaman, setiap tahunnya.

Al Raymi menambahkan, tidak ada perubahan gaya hidup di pedesaan. Lain dengan perkotaan dengan hingar-bingarnya di malam hari yang menyebabkan warga terlambat bangun di pagi hari. Di pedesaan, orang-orang terbiasa bangun di pagi hari.

"Mereka hampir tidak tidur setelah shalat subuh, untuk membaca Al-Quran sampai matahari terbit,” jelas Al Raymi, dilansir dari nationalyemen.com, Rabu (16/7).

Setelah beribadah, umumnya penduduk pedesaan langsung bekerja di ladang sampai waktu dzuhur. Selepas itu, pada waktu dzuhur mereka menggunakan waktunya untuk berdoa di masjid.

Perempuan pun tak kalah giatnya. Setiap rentang usia memiliki pekerjaan masing-masing. Bagi para wanita yang lanjut usia, mereka memberi makan hewan ternak mereka. Wanita yang tengah baya menyiapkan makanan berupa roti untuk berbuka. Dan para gadis, pergi ke lembah untuk mencuci pakaian.

"Tidak seperti orang-orang di kota-kota yang mulai pekerjaan mereka pukul 10 pagi. Orang-orang di desa memulai pekerjaan mereka di pagi hari. Meskipun lapar, haus dan kelelahan, mereka bekerja dengan keyakinan, bahwa aktivitas mereka akan meningkatkan pahala, "kata Al Raymi.

Selepas dzuhur, lanjut  Al Raymi, orang-orang tidur siang sampai datang waktu shalat ashar. Selanjutnya mereka berjalan-jalan sore mengeliling pertanian dan peternakan mereka yang subur. "Semua perasaan positif datang kepada anda waktu itu. Kepuasan, kebahagiaan, kenyamanan, serta kebaikan orang dengan saling bertukar salam membuat Anda merasa keindahan hidup," tambah Al-Raymi.

Andalkan Produksi Lokal

Sambil berjalan-jalan sore, peduduk desa mengambil hasil tani dan ternaknya untuk berbuka puasa nanti. Para wanita mempersiapkan makanan-makanan khas daerah yang terkenal lezat karena berasal dari bahan-bahan yang segar.

"Lain dengan masyarakat kota yang sebagian makananya  berasal dari supermarket atau restoran. Di desa semua hidangan yang disiapkan dari produksi lokal. Oleh karena itu, kita bisa lihat orang-orang pedesaan lebih sehat daripada orang-orang kota," Al-Raymi menjelaskan.

Menjelang buka puasa, anak-anak disebar ke rumah-rumah untuk membawakan ta’jil  berupa kurma dan Shafoot ke masjid. Orang-orang akan berkumpul sambil bertukar makanan masing-masing. Setelah kembali dari masjid, mereka menghabiskan makan malam bersama keluarga.

Setelah shalat tarawih, para pria akan pergi ke pasar untuk berkumpul dengan sahabat. Sambil duduk di sebuah ruangan yang disebut Diwan, mereka mengunyah Qat dan mendiskusikan isu-isu sosial, agama, politik, dan budaya.

Lain halnya dengan perempuan juga yang tinggal di rumah sambil dan menonton anak-anak yang bernyanyi dan bermain di halaman rumah. Kebahagiaan masyarakat pedesaan semakin meningkat dengan kunjungan keluarga besar ke desa mereka.

"Di desa, orang tahu segala sesuatu tentang satu sama lain, karena mereka menghabiskan waktu untuk terus bertukar kabar. Namun, di kota-kota, kebanyakan orang sibuk menonton serial TV, main internet, dan belanja,"tambah Al Raymi.

Terpopuler