Terpengaruh Ekspatriat, Muslim Timur Tengah Kehilangan Esensi Ramadhan
Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Agung Sasongko
Rabu 16 Jul 2014 11:00 WIB
Foto: AP
Warga Dubai Membagikan Iftar
REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Akademisi sekaligus Dosen Arbiter Internasional di Dubai, Dr Ahmad Ali Al-Hadad mengatakan tradisi Ramadhan di Arab menurun sebab pembangunan ekonomi dan perkotaan, serta keterlibatan aspek material juga gaya hidup.
Dimasa lalu, banyak keluarga, kerabat, bahkan tetangga yang duduk bersama satu meja untuk berbuka puasa bersama. Kini, tradisi itu kian jarang dijumpai.
"Mereka justru meminimalkan pertemuan fisik dan memperbanyak pertemuan di media sosial, menggunakan smartphone dan iPad. Orang-orang makin malas untuk saling mengunjungi satu sama lain. Mereka cukup mengirim SMS ucapan selamat berpuasa atau selamat lebaran, ketimbang bersilaturahmi langsung," ujar Al-Hadad seperti dilansir Gulfnews, Rabu (15/7).
Al-Hadad percaya bahwa masyarakat Arab telah terpengaruh oleh tradisi dan kebiasaan ekspatriat yang tinggal di negara ini. Hal itu mengingat bahwa United Emirate Arab adalah rumah bagi lebih dari 200 bangsa yang tinggal di sini.
Keberagaman tradisi yang dibawa oleh ekspatriat, kata Al-Hadad berkontribusi memengaruhi kebiasan masyarakat lokal. Menurutnya, tidak peduli bagaimana orang-orang melihat Ramadhan itu bertransformasi, umat Islam harus membuat keseimbangan yang baik antara aktivitas spritual dan ritual materialnya selama bulan suci ini.