REPUBLIKA.CO.ID, Bila hati terlalu sering berpenyakit maka bisa menyebabkan sakit jiwa.
Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga sejak subuh hingga maghrib. Lebih dari itu, Islam mengajarkan kepada setiap Muslim untuk menahan segala hawa nafsu ketika berpuasa.
Tak hanya nafsu makan dan minum, tapi semua nafsu yang mengantarkan manusia berbuat negatif. Maka itu, sering kali Ramadhan dijadikan momentum untuk melatih diri serta menyucikan jiwa agar menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya.
Hal ini, di antaranya diyakini oleh Iin Indri Yani (22 tahun). Ia mengaku menjadi lebih sabar saat puasa.
Biasanya, ia mudah sekali marah, terutama bila sudah berurusan dengan kerjaan di kantornya. Sebagai karyawan di salah satu kantor pengacara, perempuan kelahiran 20 Agustus 1991 itu harus menyelesaikan banyak laporan setiap hari.
Ia merasa mudah lelah serta sangat sensitif setiap hari. Ini membutnya ingin marah, bahkan tak jarang sampai menangis. “Kebetulan kondisi orang tua juga sedang tidak sehat jadi sering terbawa. Hal itu membuat saya capek di hati,” ujarnya.
Hanya saja, selama Ramadhan, Iin lebih mampu mengontrol emosinya serta tak mudah meluapkannya sembarangan. Pengalaman serupa, juga dialami artis Meisya Siregar yang merasa tenang setiap bulan puasa.
Ia bercerita, setiap Ramadhan selalu ada kejadian yang membuatnya sadar dan teringat untuk selalu bersyukur dan berbuat baik. “Banyak kesempatan yang Allah berikan agar kita semakin dekat kepada-Nya saat puasa,” kata istri Bebi Romeo ini.
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Arief Witjaksono setuju jika puasa dapat menyehatkan jiwa dan mengendalikan emosi seseorang.
Menurutnya, agama memang selalu mengajarkan pemeluknya untuk mengekang hawa nafsu sehingga bila itu dijalankan, dengan sendirinya mampu mengontrol berbagai penyakit hati. “Melalui puasa atau menyucikan jiwa maka stres atau niat-niat melanggar norma yang ada dalam diri, dapat ter-pending dan teratasi,” ujarnya.
Arief menegaskan, yang perlu dikhawatirkan justru ketergantungan seseorang terhadap tokoh pemuka agama, seperti ustaz.
Menurutnya, bila seseorang menjalankan ibadah atau perbuatan hanya berdasarkan imbauan ustaz tertentu yang dipercaya, orang cenderung malas untuk melihat dan mempelajari langsung dari Alquran. Padahal, Allah telah menyempurnakan firmannya dalam kitab suci Alquran agar dapat dijadikan pedoman hidup bagi setiap Muslim.
Lebih lanjut ia menjelaskan, hal itu dapat menimbulkan sikap pragmatis dalam beribadah, sedangkan bila berusaha memahami secara langsung dari sumbernya, ibadah menjadi lebih ikhlas, mental pun lebih sehat.
Meski begitu, Arief tak memungkiri bila saat puasa, kecenderungan orang untuk berbuat baik meningkat. “Ada sistem bonus dalam puasa. Misalnya, Allah telah janjikan, setiap kebaikan pada bulan puasa akan dilipatgandakan pahalanya. Sistem bonus itu yang memotivasi orang berbuat lebih baik,” katanya.
Arief menambahkan, saat puasa orang menyadari tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan. Karenanya, pihaknya mengimbau kepada para Muslim agar tak hanya menjadi pribadi positif saat Ramadhan, tapi harus konsisten pada bulan-bulan selanjutnya.
Baginya, bila manusia terbiasa berbuat baik dan menjalankannya secara tepat maka dapat terbawa sehingga tak akan ada perasaan cemburu, marah, iri, dan lainnya dalam hati. Jiwa pun menjadi lebih sehat. “Bila hati terlalu sering berpenyakit maka bisa sakit jiwa,” ujarnya.