Aktivitas Muslim Tionghoa di Lautze Fokus Belajar Alquran

Red: Chairul Akhmad

Jumat 11 Jul 2014 21:04 WIB

Jamaah mendengarkan khotbah Jumat di Masjid Lautze, Pasar Baru, Jakarta. Foto: Republika/Agung Supriyanto Jamaah mendengarkan khotbah Jumat di Masjid Lautze, Pasar Baru, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Belajar Alquran saat Ramadhan menjadi aktivitas baru bagi komunitas Muslim Tionghoa di Indonesia, terutama untuk para mualaf.

Salah satu komunitas Muslim Tionghoa di Jakarta, Yayasan Haji Karim Oei, menyelenggarakan kursus 30 menit untuk bisa membaca Alquran.

Yayasan tersebut terletak di Jalan Lautze, Jakarta Pusat. Bangunan yayasan berlantai empat itu menjadikan lantai pertamanya sebagai sarana beribadah. Warga mengenalnya dengan nama Masjid Lautze.

Sepintas, bangunan bercat merah tampak seperti ruko di kawasan pecinan tersebut. Apalagi, ornamen bangunan khas Tionghoa dan terpampang tulisan Kanji di dinding masjid.

Namun, bentuk bingkai pintunya yang melengkung seperti gaya bangunan seni Islam, memperlihatkan ciri khas masjid. Masjid Lautze menjadi tempat mengisi kegiatan Ramadhan Muslim Tionghoa dan warga di sekitarnya.

Humas Yayasan Haji Karim Oei Haji Yusman Iriansyah mengungkapkan, pihak yayasan fokus memberikan pengajaran membaca Alquran kepada para Muslim Tionghoa. Menurutnya, membaca kitab suci diikuti para mualaf Tionghoa dan Muslim Tionghoa yang lebih dahulu masuk Islam.

Pihak yayasan bekerja sama dengan lembaga Islamic Course Asy-syarif untuk mendatangkan ustaz pengajar Alquran. Dua nama yang menjadi pengajar, yakni Achmad Farid Hasan dan Zulfi Ida Syarifah.

Guru tersebut didatangkan tanpa imbalan sepeser pun. Mereka akan mengajarkan metode islami 30 menit bisa membaca Alquran. Kelas singkat tersebut diselenggarakan satu pekan sekali usai shalat Ashar sambil menunggu waktu berbuka.

“Ini untuk membuat para mualaf dapat membaca Quran sehingga menjadikan Quran sebagai pedoman hidupnya,” kata Yusman kepada Republika saat ditemui di yayasan pusat Muslim Tionghoa, di jalan Lautze, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Sebelum Ramadhan, pihak yayasan pernah mengadakan kegiatan belajar membaca Alquran meski hanya dua hari. Menurutnya, para mualaf Cina sangat antusias. Oleh karena itu, yayasan kembali mengadakan kegiatan ini pada bulan puasa.

”Kami ingin Quran menjadi pedoman hidup, bagaimana menjadi pedoman kalau baca saja gak bisa,” ujarnya. Selain menyelenggarakan kelas Alquran, yayasan ini juga mengadakan buka puasa bersama setiap Sabtu. Pihak yayasan membagikan sekitar 150-200 paket berbuka.

Donasi untuk berbuka tersebut berasal dari perorangan, perusahaan, bahkan media televisi. Menurutnya, selain dihidangkan untuk para Muslim Tionghoa, terbuka juga untuk warga di sekitar lokasi yayasan.

Setelah itu, kegiatan Ramadhan dilanjutkan dengan Tarawih berjamaah dan ceramah singkat alias kultum (kuliah tujuh menit) sebelum Tarawih. Ketika Tarawih berjamaah, para mualaf tersebut secara bergantian menjadi imam. Yusman menuturkan, setiap dua rakaat para mualaf diberikan kesempatan untuk menjadi imam.

“Cara itu dilakukan untuk melatih keberanian menjadi imam dan agar mereka semangat serta merasa diterima meski baru masuk Islam,” kata Yusman. Tidak hanya itu, para mualaf juga diberikan kesempatan untuk tampil mengisi ceramah sesuai kadar kemampuan ilmu yang mereka ketahui.

Yusman yang sudah sekitar 20 tahun mengabdi di yayasan tersebut mengungkapkan, sekitar 90% merupakan para mualaf dari kalangan etnis Cina. Terhitung sejak tahun 1997 hingga Juni 2014, terdapat sekitar 1.102 mualaf yang terdaftar di yayasannya.

Terpopuler