Jaburan, Jamuan Penghidup Malam Ramadhan (2-habis)

Red: Chairul Akhmad

Jumat 11 Jul 2014 18:51 WIB

Tradisi jaburan di Jawa Tengah. Foto: Hadiyanta.com Tradisi jaburan di Jawa Tengah.

Oleh: Hannan Putra

Seiring dengan perputaran zaman, sikap individualistis masyarakat kian tumbuh. Rasa kebersamaan sesama warga pun pudar.

Shalat Tarawih hanya pada awal Ramadhan. Setelah itu, warga lebih asyik di rumahnya menyimak sinetron dan acara televisi. Apalagi, Ramadhan tahun ini bertepatan pula dengan Piala Dunia.

Jika kembali menilik satu-dua dekade lalu, tradisi jaburan mengakar di masyarakat. Minimnya sarana hiburan, seperti televisi dan internet menjadikan ibadah Tarawih sebagai hiburan. Warga berbondong-bondong ke masjid dan langgar untuk menunaikan shalat Isya dan Tarawih.

Di antaranya, diselingi ceramah agama. Selepas Tarawih, warga menggelar jaburan. Jadi, mereka yang ingin bertadarus dan menghidupkan malam Ramadhan diberikan makan agar mempunyai stamina untuk begadang.

Selain untuk bekal bagi para pendiri malam Ramadhan, jaburan juga sebagai motivasi bagi anak-anak. Para orang tua yang ingin bertarawih ke Masjid tidak ketinggalan mengajak anak-anaknya. Hal ini untuk menanamkan kecintaan kepada Masjid sedari dini dan mengenalkan nilai agama.

Ketika shalat Tarawih digelar, jaburan diberikan kepada anak-anak agar mereka tidak berisik atau mengganggu pelaksanaan shalat Tarawih. Di beberapa tempat, jaburan berfungsi sebagai hadiah bagi anak-anak yang mengikuti shalat Tarawih sampai selesai tanpa berisik atau mengganggu.

Jaburan digelar di serambi masjid. Biasanya, panitia membentangkan plastik sebagai alas. Setelah itu, makanan disediakan dalam talam (wadah/piring besar) sebagai tempat makanan. Warga kemudian makan bersama dalam satu wadah.

Satu talam, berjumlah empat hingga enam orang. Tak ketinggalan, ustaz bersama dengan imam akan makan bersama dengan jamaah. Sesekali, waktu jaburan diisi dengan tanya jawab seputar agama antara jamaah dan ustaz.

Penyedia atau donatur jaburan digilir kepada setiap warga. Warga dibagi beberapa kelompok yang bertugas mengantarkan hidangan jaburan ke masjid.

Biasanya, masing-masing kelompok terdiri atas lima sampai 10 orang warga. Menjelang shalat Isya dilaksanakan, serambi masjid dipenuhi dengan hidangan makanan yang dibawa jamaah wanita yang bertugas.

Setelah shalat Tarawih digelar, biasanya dilaksanakan pembacaan doa dan shalawatan. Warga pun satu sama lain bersalam-salaman sambil mempersilakan menuju serambi masjid. Biasanya, anak-anak terlebih dahulu memadati lokasi jaburan. Mereka sudah duduk berbaris rapi menunggu giliran makanan.

Pada 10 hari terakhir Ramadhan (selikuran), tradisi jaburan justru semakin kuat. Ada di antara warga yang beriktikaf di masjid. Maka, tidak hanya jaburan yang digelar. Tetapi, hidangan berbuka puasa dan sahur pun memenuhi serambi masjid.