Nyekar Tradisi Wajib Seantero Nusantara

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Chairul Akhmad

Kamis 10 Jul 2014 19:50 WIB

Seorang peziarah berdoa di depan makam sanak saudaranya di kompleks pemakaman Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Foto: Republika/Raisan Al Farisi Seorang peziarah berdoa di depan makam sanak saudaranya di kompleks pemakaman Pejaten Barat, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, Ziarah ke makam menjelang memasuki bulan suci Ramadhan hampir bisa ditemui di setiap wilayah di negeri ini.

Hanya namanya yang berbeda-beda, tapi hakikatnya adalah sama, yakni mengirimkan doa kepada kerabat yang sudah wafat sebelum memasuki bulan puasa.

Di beberapa daerah, ada yang menyebut dengan istilah ziarah, ngembang, atau nyekar. Warga Kampung Betawi di Setu Babakan, Tabroni (60 tahun), menuturkan, tradisi nyekar di kalangan warga Betawi menurutnya rutin dan bahkan diharuskan sebelum bulan Ramadhan tiba.

Jika belum melaksanakan nyekar, sebelum memasuki puasa, Tabroni mengatakan, rasanya ada yang belum lengkap. ''Kalau belum ke makam, enggak enak,'' ujarnya.

Biasanya, Tabroni mengatakan, nyekar dilaksanakan satu atau dua hari sebelum Ramadhan. Ia berziarah ke makam ayah dan ibunya di pemakaman Dato di RT 8. Setiap berziarah, ia membawa kembang, buku Yasin, dan doa lainnya serta minyak wangi. Kembang dan minyak wangi tersebut akan ditaburkan di atas makam.

Menurutnya, pada era 1970-an, masyarakat jika berziarah ke makam membawa petasan dan cangkul. Namun, menurutnya, tradisi itu telah hilang seiring dengan pemahaman warga yang semakin modern.

 

Biasanya, Tabroni membawa serta anak dan istrinya ke makam. Hal itu dilakukannya untuk mengajak keluarga mendoakan yang telah meninggal dan melestarikan tradisi kepada keturunannya.

Selain itu, ziarah kubur ia lakukan untuk mengingat kembali jasa orang tuanya semasa hidup. Tabroni mengatakan, kalimat ajakan yang sering disampaikan kepada sanak keluarga cukup mengatakan, “Engkong lu ada di sana, tengok.''

Warga Betawi biasa menyebut tradisi nyekar atau ziarah kubur. Warga di kampung Betawi, menurutnya, biasa berziarah ke makam terdekat di RT 8 atau ke tempat pemakaman umum (TPU) di Jakarta.

Warga Betawi lainnya, Udin, menuturkan hal sama. Biasanya, ia melakukan nyekar pada dua atau tiga hari sebelum memasuki bulan puasa. Saat berziarah, ia membersihkan makam kerabatnya tersebut.

Karena, menurutnya, selain membawa kembang, minyak wangi duyung, ia juga membawa sapu. Di makam, Udin menebar bunga di atas makam dan menyirami makam dengan minyak wangi yang ia beli di penjual kembang kuburan. Hal itu sudah menjadi tradisi agar makam senantiasa wangi.

''Jangan sampai kita melupakan dia yang sudah tidak ada, dan kita memberi doa,'' ujarnya. Jika berziarah pun, ia ataupun warga Betawi pria lainnya dianjurkan memakai pakaian Sadaria. Yakni, pakaian sejenis koko khas Betawi disertai dengan peci di atas kepala.

Terpopuler