Kampanye Halal di Bulan Suci

Rep: Sonia Fitri/ Red: Chairul Akhmad

Kamis 10 Jul 2014 15:53 WIB

Pengujian sampel di Laboratorium Halal LPPOM-MUI Bogor, Jawa Barat. Foto: Republika/Chairul Akhmad Pengujian sampel di Laboratorium Halal LPPOM-MUI Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, Ai Habibah (32 tahun) bersikap hati-hati. Ia tak mau suami dan anak-anaknya mengonsumsi manakan tak halal. Selama Ramadhan, ia mengaku selektif memilih produk. Peran ibu penting agar produk yang dibeli memiliki label halal.

“Apalagi setelah kemarin ada kejadian biskuit berkomposisi babi, kita jadi harus semakin hati-hati,” kata Ai saat berbelanja menu berbuka di pusat perbelanjaan Carrefour kawasan Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/7).

Ia bertekad, kehati-hatian ini tak hanya pada Ramadhan tetapi juga di luar bulan puasa. Ia berpandangan, sebaiknya pemerintah tak usah melabeli makanan halal. Lebih baik labeli saja produk yang haram karena produk halal terlalu banyak beredar di pasar.

Pengunjung lainnya, Khatami Rais (42), mengaku tidak terlalu meneliti produk yang dibelinya berlabel atau tidak berlabel halal. Alasannya, ia kerap terburu-buru dan ingin berbelanja dengan praktis. “Saya belanja yang biasa dibeli setiap bulan, sesuai list dari istri.”

Ramadhan ini, Halal Corner memanfaatkannya untuk menyadarkan masyarakat pentingnya makanan halal. “Salah satunya melalui kegiatan Seribu Ifthar Halal,” kata pendiri Halal Corner, Aisha Maharani. Ini akan berlangsung pada 12-13 Juli 2014.

Ada sembilan kota yang menjadi penyelenggara, yakni Jakarta, Bogor, Bandung, Banjarmasin, Batam, Surabaya, Malang, Yogyakarta, dan Banda Aceh. Dalam kegiatan ini, Halal Corner membagikan makanan berbuka kepada masyarakat menengah ke bawah.

Saat pembagian, kata Aisha, edukasi soal halal disampaikan. Ia menambahkan, selama ini kegiatan sosial Ramadhan lebih concern penggalangan dana untuk dhuafa. Ia menuturkan, hal itu penting namun permasalahan halal pun tak boleh luput dari perhatian.

“Padahal, edukasi penting sebab kesadaran tentang halal di masyarakat masih rendah meski perlahan meningkat,” kata Aisha. Di kota tertentu, relawan Halal Corner berbuka puasa dengan tukang becak di restoran bersertifikat halal. Ini salah satu penyadaran soal halal.

Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI Osmena Gunawan berharap menjaga diri dari makanan tak halal penting. Bukan hanya pada Ramadhan tetapi juga bulan lainnya.

Menurut dia, LPPOM masih terus bergerak. Misalnya, secara rutin menyebarkan daftar makanan-makanan berstatus halal melalui media massa seperti majalah atau website. Selain itu, ada pula wawancara rutin melalui media cetak dan elektronik tentang halal.

Pada Ramadhan ini, LPPOM MUI menyelenggarakan lomba foto mengenai makanan halal. Partisipasi masyarakat peserta berbentuk pengiriman foto dengan latar belakang restoran bersertifikat halal. Kriteria penilaiannya tetap mengacu pada kaidah-kaidah fotografi.

“Kami ingin Ramadhan yang merupakan bulan sarat hikmah tak dinodai dengan mengonsumsi produk yang tak halal,” kata Osmena. Ia menambahkan, kesadaran tentang halal semakin meningkat. Masyarakat juga banyak bertanya kepada LPPOM.

Ia berharap Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) yang pembahasannya sudah bertahun-tahun segera selesai. Tujuannya agar masyarakat Indonesia lebih terlindungi. Jadi, mereka akan selalu dapat mengonsumsi produk halal.

Terpopuler