REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG — Mahasiswa Muslim di prefektur Kasghar, Xinjiang, terancam dikeluarkan jika bersikukuh tetap menjalankan ibadah puasa.
Seperti dikutip Radio Free Asia, Selasa (8/7), larangan tersebut diumumkan oleh Universitas Normal Kasghar beberapa hari setelah otoritas Xinjiang memerintahkan pegawai negeri, pelajar, guru, atau dosen Muslim Uighur agar tak berpuasa.
“Administrasi kampus kami secara tegas melarang Mahasiswa Muslim Uighur untuk berpuasa dan melakukan kegiatan agama lainnya selama Ramadhan,” ujar salah seorang mahasiswa Muslim Uighur yang tak ingin disebutkan namanya kepada RFE.
Ia menggunakan nama anonim karena takut mendapat hukuman dari pihak universitas lantaran berbicara dengan media. “Ini sangat jelas bagi kita, mereka yang menolak untuk makan diperingatkan akan diusir dari perguruan tinggi dan dicabut ijazah mereka,” ujarnya.
Larangan puasa terhadap pegawai negeri, pelajar, dan pengajar memicu protes besar dari kelompok hak asasi manusia. Aktivis menganggap langkah tersebut bersifat diskriminatif. Xinjiang merupakan rumah bagi Muslim Uighur.
Pemerintah Cina memperketat keamanan di kawasan tersebut menyusul beragam aksi kekerasan. Insiden terakhir, yakni ledakan di Pasar Urumqi pada 22 Mei yang menewaskan 43 orang dan melukai empat lainnya. Kalangan aktivis menganggap kekerasan di Xinjiang tak terlepas dari sikap diksriminatif Pemerintah Cina.
Mahasiswa itu bercerita, selama jam berpuasa, pihak perguruan tinggi mendistribusikan air minum dan menawarkan makan siang gratis kepada para pelajar, termasuk Muslim.
Apabila ada yang menolak, nama mereka akan dituliskan dalam daftar hitam dan akan diteruskan ke pimpinan Partai Komunis Cina yang berkuasa di berbagai fakultas.