Muslim Swaziland Masih kesulitan Tarawih

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko

Rabu 09 Jul 2014 15:00 WIB

Masjid Baitul Hadi, Swaziland. Foto: Wikipedia Masjid Baitul Hadi, Swaziland.

REPUBLIKA.CO.ID, LOBAMBA -- Secuil wilayah Swaziland di menyimpan kisah dakwah yang luar biasa. Di wilayah itu, Islam tumbuh dan berkembang.

Cerita Islam memasuki Swaziland tak lepas dari pertambangan. Saat itu, banyak pekerja Muslim berada di sana. Namun, peran Raja Swazi cukup vital. Raja mengakui Islam sebagai agama. Itu sebabnya, populasi Muslim saat ini mencapai 10 persen.

Karena ikatan suku yang masih diakui masyarakat, pendirian  bangunan ibadah harus mendapat persetujuan para ketua suku dan  tentunya pemerintah meski pemerintah sendiri menjamin  kebebasan beragama.

Seperti agama lainnya, umat Islam juga dibebaskan menjalankan  kegiatan keagamaannya, termasuk menggelar pendidikan agama  Islam di sekolah agama di sekolah khusus atau di masjid.

Masjid pertama di Swaziland berdiri di Desa Ezulwini pada 1978,  sekitar 15 kilometer dari Kota Mbabane. Kurang memadainya  sarana transportasi publik, Muslim di Kota Mbabane kesulitan untuk  melaksanakan shalat lima waktu di Masjid Ezulwini.

Karena itu sebuah mushala berkapasitas 25 orang didirikan di area  Malunge, Kota Mbabane pada 1982. Jumlah jamaah yang terus  bertambah membuat mushala diperluas sehingga saat ini cukup  untuk 60 jamaah dan menggelar sekolah agama (madrasah) bagi  anak-anak.

Namun untuk shalat Jumat, Muslim Mbabane tetap berupaya pergi  ke Masjid Ezulwini. Ruang utama Masjid Ezulwini berkapasitas 300  jamaah dan 70 jamaah di halamannya.

Kesulitan ini makin terasa terutama saat memasuki Ramadhan  dimana umat Muslim Mbabane ingin melaksanakan tarawih, itikaf,  dan kegiatan lain di masjid sebab tak ada kendaraan umum yang  beroperasi saat malam hari.