Kerinduan dan Tradisi Menyatu di Libya

Rep: Hilyatun Nishlah/ Red: Chairul Akhmad

Selasa 08 Jul 2014 22:06 WIB

Muslim Libya menikmati senja dengan memancing di pelabuhan di Kota Benghazi. Foto: Reuters/Esam Al-Fetori Muslim Libya menikmati senja dengan memancing di pelabuhan di Kota Benghazi.

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap bangsa dan negara mempunyai tradisi berbeda dalam menyambut Ramadhan. Jika melongok ke Libya, ada yang berbeda di Libya ketika Ramadhan tiba. Persiapan datangnya Ramadhan di Libya tidak seheboh di Indonesia.

Nasruddin Latief, warga Indonesia yang tiga tahun berdiam di Libya sebelum jatuhnya Khadafi, mengatakan, persiapan menjelang Ramadhan di Libya sebelum terjadinya konflik biasa-biasa saja.

Nasruddin yang bertugas di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Libya mengatakan, Ramadhan di Libya dimaknai sungguh-sungguh. ''Ibadah puasa Ramadhan tak hanya puasa, tetapi mereka juga memaknai setiap ibadah Ramadhan,'' ujarnya, belum lama ini.

Saat di Libya, ia berdiam di Kota Tripoli, ibu kota Libya. Sebagai staf politik KBRI di Libya, Nasruddin merasakan banyak hal unik dan mengesankan saat menjalani Ramadhan di Libya. Dia mengatakan, jika di Indonesia, banyak kegiatan masyarakat berbuka puasa di luar atau disebut dengan ngabuburit.

Di Libya, menurutnya, selama minggu kedua Ramadhan, masyarakat menghentikan kegiatannya. Mereka khusus berbuka puasa bersama dengan keluarga di rumah.

Tak hanya para pekerja. Warga Libya yang memiliki usaha toko pun saat Maghrib menutup tokonya. ''Hal itu dilakukan selama dua minggu pertama Ramadhan dan tradisi setiap Ramadhan,'' katanya.

Selama di Libya, kegiatan yang dilakukan adalah acara musabaqah tilawatil quran (MTQ). Acara ini dilaksanakan setiap perayaan rakyat Libya pada 9 September dan Ramadhan. KBRI di Libya pun menggelar shalat Tarawih bekerja sama dengan Komunitas Kuliyah Dakwah Islamiyah yang beranggotakan mahasiswa Indonesia.

 

Saat berbuka, hidangan khas Libya yang ia rindukan setelah kembali ke Tanah Air adalah burdim. Burdim merupakan daging kambing yang dipotong besar hanya dibumbui garam dan merica. Setelah itu, dimasukkan ke dalam kuali besar yang ditanam dalam tanah dan dimasak dengan bara api selama dua jam lebih.

Ia juga mengagumi masyarakat Libya yang sekitar 50 persen adalah para hafiz dan hafizah. Hal unik lainnya yang tidak ditemukan di Indonesia adalah pada hari kedua ldul Fitri terdapat acara besar yang diselenggarakan masyarakat Libya, yaitu tarekat tasawuf.

Pada acara ini, berkumpullah berbagai tarekat di Libya, kemudian berarakan keliling kota sambil mengucapkan shalawat Nabi. Setelah itu, ada penampilan dari setiap tarekat.

Acara besar yang dihadiri ratusan orang itu tak ada di Indonesia. Itulah salah satu memori yang dikenang Nasruddin meskipun sudah kembali ke Indonesia pada 2011.

Terpopuler