Bubur India, Iftar Legendaris Masjid Pekojan (2)

Red: Damanhuri Zuhri

Jumat 04 Jul 2014 10:51 WIB

Pengurus masjid mempersiapkan beberapa mangkuk bubur India untuk hidangan berbuka puasa, di Masjid Jami Pekojan Semarang. Foto: Antara/R Rekotomo Pengurus masjid mempersiapkan beberapa mangkuk bubur India untuk hidangan berbuka puasa, di Masjid Jami Pekojan Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bowo Pribadi

Berusia lebih dari seabad, bubur ini cocok untuk berbuka karena teksturnya lembut.

''Inilah awal mula tradisi iftar bubur india di Masjid Jami Pekojan yang masih kami lestarikan hingga kini pada setiap bulan Ramadhan,'' paparnya.

Seperti bubur pada umumnya, bubur ini pun terbuat dari beras. Namun, resepnya unik dan khas, kata Achmad Pahlevi, pengurus lain dari Yayasan Wakaf Masjid Jami

''Pekojan. Selain beras, bubur ini juga dibuat dengan menambahkan beberapa jenis sayuran seperti wortel, kol, daun bawang, dan seledri,'' ujarnya menambahkan.

Sedangkan, bumbunya terdiri dari kelapa, penyedap rasa, jahe, kayu manis, bawang merah, bawang putih, daun pandan, daun salam, lengkuas, dan serai, jelasnya.

Setiap harinya, kata Achmad, dibutuhkan sebanyak 14-20 kilogram beras dan 20 butir kelapa yang selanjutnya dibuat santan. Untuk mempersiapkan dan memasaknya memakan waktu sekitar 3,5 jam.

Karena itu, bakda zhuhur, bubur ini sudah mulai dimasak, sementara bumbu dan bahan bakunya dipersiapkan sejak pagi hari.

Seperti apa cita rasa bubur ini? Rasanya gurih dengan aroma rempah yang cukup tajam.

Banyak orang menyebut aroma bubur ini mirip gulai. Saat disajikan, bubur india khas Masjid Jami Pekojan ditemani segelas susu cokelat hangat dan buah kurma sebagai pencuci mulut.

Bagi orang yang berpuasa, lanjut Achmad, bubur ini merupakan asupan yang sangat baik karena teksturnya lembut.

Semua kebutuhan untuk menyajikan iftar ini ditopang oleh para donatur yang disalurkan melalui Yayasan Wakaf Masjid Jami Pekojan, katanya.

Selain menggunakan resep asli dari masa lalu, bubur india ini juga dimasak dengan tata cara yang sangat khas, di antaranya menggunakan kayu bakar, bukan kompor. Menurut Yunan, penggunaan sumber energi lain dikhawatirkan dapat memengaruhi cita rasa bubur ini.