REPUBLIKA.CO.ID, Memasuki hari ketiga Ramadhan 1435 Hijriyah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) masih menilai banyak program Ramadhan berisi humor berlebihan. Meski begitu, KPI berpendapat, banyak pula acara Ramadhan edukatif yang perlu diapresiasi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai program Ramadhan yang disiarkan masih dalam batas kewajaran. Menurut MUI, untuk menentukan kelayakan sebuah program, perlu ditinjau dari berbagai aspek.
Ketua MUI KH Muhyidin Djunaidi menjelaskan, aspek tersebut meliputi penampilan, konten, serta isi penyampaian. "Diperlukan tim khusus dari MUI untuk melihat aspek-aspek itu, jadi keputusan yang kami ambil tidak gegabah," katanya.
Dibandingkan tahun lalu, tayangan Ramadhan tahun ini masih dapat ditoleransi oleh MUI. Muhyidin mengatakan, sebelumnya kebanyakan stasiun televisi masih menonjolkan unsur hiburan ketimbang edukasi dan dakwah.
"Sebenarnya, MUI tak melarang acara hiburan pada bulan puasa, namun jangan lupakan ajaran Islamnya, normatifnya, dan local wisdom umat Islam," kata Muhyidin. Baginya, program Ramadhan harus dapat memberikan pencerahan serta menonjolkan pesan dakwah juga pendidikan.
Tim khusus MUI akan mengevaluasi acara puasa di televisi seminggu sekali. Dengan begitu, MUI tak terburu-buru untuk menentukan acara apa yang melanggar dan perlu diperbaiki.
Pada Maret, KPI dan MUI telah memanggil para produser televisi untuk memperingatkan konsep acara Ramadhan yang boleh atau tak boleh ditayangkan. Ketua MUI Pusat KH Din Syamsuddin pun turut hadir dalam pertemuan itu.
Rencananya, pada 4 Juli, KPI bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengadakan evaluasi program Ramadhan di televisi. Acara itu akan mengundang perwakilan dari setiap stasiun televisi.