Ramadhan di Pedalaman Tengger

Red: Chairul Akhmad

Kamis 03 Jul 2014 10:56 WIB

Warga Suku Tengger. Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang Warga Suku Tengger.

REPUBLIKA.CO.ID, Tarawih pertama Ramadhan di Pedalaman Tengger, Jawa Timur, ramai. Mujtahid Ja’far menyimpulkan hal itu dari penuhnya masjid oleh jamaah.

Meski demikian, dai Baitul Maal Hidayatullah (BMH) ini memperkirakan, pada hari-hari mendatang jumlahnya bakal menyusut.

Itu tak menyusutkan semangat Ja’far dan tujuh dai lainnya. Mereka memantau empat masjid yang ada di empat dusun. Setiap menjelang sahur, mereka berkeliling membangunkan warga. “Biar mereka bisa sahur,” katanya.

Membaca atau tadarus Alquran juga dilakukan. Pelaksanaannya, sebelum Tarawih. Tadarus hanya diikuti lima hingga delapan orang, dari anak-anak hingga dewasa. Ja’far mengatakan, butuh kesabaran mengajarkan keislaman pada masyarakat Tengger.

Tantangan yang dihadapi, yaitu kondisi alam dan sosial kemasyarakat yang masih dipengaruhi ajaran Hindu. Bahkan, di antara mereka ada yang belum memandang penting ibadah puasa. Ja’far bersama teman-temannya terus mengajarkan nilai keislaman.

Abdullah Rahman Shaleh, dai Cordofa, menyampaikan kisah lainnya. Menurut laki-laki yang berdakwah di Kepulauan Alor sejak 2006 itu, penyesuaian diri sangat penting. “Dai mesti mampu membaur dengan masyarakat, menjadi bagian dari mereka.”

Di tengah masyarakat dengan latar belakang pendidikan rendah, menjalin keakraban sangat penting. Tujuannya, agar masyarakat nyaman diajak berkomunikasi. Ia mengungkapkan, masyarakat Alor masih memercayai mitos dan takhayul.

Dengan alasan itu, ia menekankan pendekatan tauhid. “Jadi, akidah masyarakat tak dikotori hal berbau syirik.” Belum lagi, kata Abdullah, menghadapi banyaknya mualaf Alor yang butuh pembinaan.

Sebenarnya, ratusan orang telah menjadi mualaf sejak 1962, tapi tak ada pembinaan terhadap mereka. Akibatnya, mereka belum mampu menjalankan syariat, seperti shalat, puasa, dan berzakat. Karena itu, kata Abdullah, keberadaan di tengah mereka sangat mendesak.

Ia berinisiatif mendirikan Madrasah Diniyah Ar-Rahman sebagai jalan pembuka dakwah. Di sana, anak-anak Alor serta mualaf belajar agama tanpa dipungut biaya. Dana operasional madrasah, di antaranya, dari Dompet Dhuafa, Dewan Dakwah, dan Muhammadiyah.

Pendidikan untuk anak-anak berlangsung setiap hari, bagi mualaf sepekan sekali. Jumlah pesertanya sudah mencapai 500 orang. Abdullah juga telah menetapkan wilayah binaan mualaf di enam titik desa dan kecamatan Alor.

Terpopuler