Dhihya bin Khalifah Al-Kalabi, Utusan Sang Nabi (4-habis)

Red: Chairul Akhmad

Rabu 02 Jul 2014 10:17 WIB

 Dhihya bin Khalifah al-Kalabi adalah utusan Rasulullullah kepada Romawi. Foto: Rudolp Gunold Dhihya bin Khalifah al-Kalabi adalah utusan Rasulullullah kepada Romawi.

REPUBLIKA.CO.ID, Utusan itu berangkat membawa surat Heraklius, hingga tiba di Tabuk. Di situ dia bertanya kepada para sahabat Rasulullah, "Di mana ketua kamu, yang dikatakan Nabi itu?" tanyanya.

"Di sana, yang sedang duduk dikelilingi orang," jawab salah seorang dari mereka.

Saat itu, Nabi SAW sedang duduk di tepian telaga kecil bersama beberapa sahabatnya. Utusan itu pun maju ke dapan, menyerahkan surat Heraklius kepada Rasulullah.

"Dari mana engkau?" tanya Rasulullah.

"Aku orang Tarukh," jawab utusan itu.

"Maukah engkau kembali kepada agama yang suci dari kepercayaan nenek moyang kamu Ibrahim?" tanya Nabi SAW.

"Aku ini utusan sebuah negara dan menganut agama negara itu. Tidaklah wajar aku mengubah agamaku sehingga aku kembali kepada mereka lebih dulu," jawabnya jujur.

"Hai saudara dari Tarukh," tiba-tiba Nabi SAW berseru, "Aku telah menulis surat kepada Kisra (pembesar Persia), lalu suratku dikoyak-koyaknya, kelak Allah akan mengoyak-ngoyakkannya dan kerajaannya. Dan aku menulis surat kepada pembesarmu, dia masih ragu."

Mendengar ucapan tersebut sang utusan berkata dalam hati, "Nah, salah satu dari tiga yang dipesan oleh Heraklius supaya aku ingat baik-baik." Dia pun mengeluarkan sarung isi panahnya dan mencatat apa yang disampaikan Nabi.

Rasulullah menyerahkan surat Heraklius itu kepada seorang yang duduk di kirinya, yaitu Muawiyah untuk membacanya. Dalam suratnya Heraklius menyebut-nyebut surga yang luasnya seluas langit dan bumi, disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.

"Di manakah letaknya neraka, wahai Rasulullah?" salah seorang sahabat tiba-tiba bertanya.

"Subhanallah! Ajaib sekali pertanyaan ini," ujar Nabi SAW, "Jadi di manakah malam jika datang siang?" tanya beliau.

Utusan itu pun segera mencatat apa yang dikatakan Nabi. Beliau menyebutkan kata malam yang mesti disampaikan kepada Heraklius. Setelah membaca surat Heraklius Rasulullah bersabda, "Engkau patut diberi hadiah karena engkau utusan kepada kami. Seandainya kami mempunyai sesuatu yang berharga, tentu akan kami berikan kepadamu. Akan tetapi kami adalah musafir yang mempunyai perbekalan terbatas."

Tiba-tiba terdengar suara dari belakang Rasulullah, "Aku yang akan memberinya hadiah jika engkau perkenankan, ya Rasulullah!" Sahabat yang tak lain Utsman adanya segera mengeluarkan seperangkat pakaian kepada utusan itu.

"Siapakah yang bersedia menerima orang ini sebagai tamunya?" tanya Rasulullah lagi.

"Saya!" jawab seorang pemuda Anshar lalu bangkit mengajak utusan itu pergi. Ketika ia akan meninggalkan tempat itu, Rasulullah memanggilnya, "Hai Saudara dari Tarukh!"

Utusan itu segera mendekat, berdiri di sisi Rasulullah. Beliau lalu menarik pakaiannya sehingga terbuka bagian belakangnya, sambil berkata, "Tunaikanlah tugasmu dengan baik, sebagaimana yang disuruh oleh tuanmu!"

Saat itulah utusan itu bisa melihat dengan jelas tanda di belakang badan Rasulullah, yaitu semacam cap (khatamun-nubuwah) di bagian atas bahunya seperti tanda bulat. (Dinukil dari

101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni)

Terpopuler