REPUBLIKA.CO.ID,SOLO -- Sudah menjadi tradisi di Masjid Darussalam menyiapkan kuliner unik Ramadhan. Ya, nama kuliner itu Burhan.
Orang lebih mengenal Bubur Samin. Ini karena menggunakan minyak Samin, sebagai penyedap cita rasa khas. Atau orang menyebut Bubur Banjar, karena dibuat dan dirintis saudagar permata asal Banjar, Kalimantan Selatan.
Saudagar Banjar merintis tradisi menyediakan menu kuliner Bubur Samin, sudah sekitar 70 tahun silam. Kalangan saudagar bermukim disekitar Masjid Darusalam, Kampung Jayengan. Setiap bulan puasa memasak Bubur Samin, dan dibagikan kepada siapapun yang datang. Dan, acara tradisi ini lestari hingga sekarang.
Menurut Anwar, salah seorang panitia Ramadhan, setiap hari memasak Burhan menghabiskan beras 40 Kg. Bumbu sebangsa rempah-rempah sekitar lima Kg. Seperti, Kapulaga, Jahe, Brambang, Bawang, Sere, Kayu Manis, Laos, Santan, Kunir, minyak Samin, daging sapi, dan sebagainya. Dari bahan tersebut -- sekitar menghabiskan biaya Rp 2 juta -- dimasak menjadi beberapa jimbung ukuran besar.
Sebulan bisa menghabiskan dana sekitar Rp 60 juta untuk memasak Burhan. Belum lagi untuk memasak persiapan makan sahur, lengkap dengan lauk-pauk, dan minum susu, teh, kopi dan sebagainya. ''Jadi, ibarat orang tanpa membawa uang, bisa hidup sebulan gratis di Masjid Darussalam. Dan, menu yang kami sajikan penuh gizi,'' tambah Anwar.
Setiap hari tercatat antara 250-300 orang yang antre minta Burhan. Mereka datang bakda Asar. Sedang Burhan yang dibagi makan buka bersama sekitar 1.000 piring. Burhan yang dimakan di masjid masih ditambah sambal goreng, telur, dan daging. Sajian aneka Burhan cita rasa bumbu sayur sop, kunir daging kare.
Takmir masjid nyaris tak mengeluar biaya memasak Burhan sebulan penuh ini. Semua bahan datang sendiri dari seponsor. Kebanyakan saudagar permata keturunan Banjar, pedagang permata WNI Keturunan, dan tokoh moslem setempat. Memberi datang sendiri. Ada yang membawa beras, gula, teh, susu, kopi, daging, telur, hingga berlimpah. Kadang, takmir tinggal membeli rempah-rempahnya saja.