Intip Tradisi Ramadhan di Amerika Serikat

Red: Agung Sasongko

Senin 30 Jun 2014 22:27 WIB

Muslim AS Foto: Youtube Muslim AS

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seiring dimulainya bulan suci Ramadan pada 28 Juni, para Muslim di Amerika dari berbagai latar belakang di seluruh negeri berkumpul di masjid-masjid dan rumah-rumah untuk sahur, berbuka puasa, shalat tarawih berjamaah dan membantu kaum tak mampu.

"Kami mencoba membuat orang-orang merasa mereka ada di negara Muslim dan termasuk dalam komunitas Muslim," ujar Imam Abdulla Khouj, presiden Islamic Center di Washington DC, seperti dilansir VOA, Senin (30/6). "Kami menawarkan makanan untuk berbuka puasa. Kami mencakup lebih dari 600 orang, perempuan dan laki-laki, anak-anak mereka, dan keluarga. Mereka berbuka puasa dan shalat bersama kami."

Setelah berbuka puasa, para keluarga Muslim ini seperti juga di negara-negara lain melakukan shalat tarawih.  "Shalat tarawih merupakan ekspresi pengabdian dan pencarian pengampunan," ujar Said Aly, seorang dokter Amerika beragama Islam.

"Setiap malam kami membaca satu juz (bab) Alquran, jadi ketika Ramadan berakhir, kami akan khatam keseluruhan 30 juz," ujarnya.

Abdulla Mahroum mengaji di Dar Al-Hijra Islamic Center di Virginia. Ia datang ke AS pada Ramadan 2003 dalam sebuah tur untuk membaca Quran di beberapa masjid di seluruh negeri. Namun kebutuhan akan bakatnya yang jarang ditemukan membuatnya dianugerahi status penduduk tetap di AS.

"Terutama pada Ramadan, Muslim-muslim Amerika datang ke pusat-pusat Islamis yang memiliki pembaca Alquran terbaik dan saya mendapat sambutan baik dan mulai melatih anak-anak muda untuk membaca Quran sebaik mungkin yang mereka bisa," ujarnya.

Ritual Tradisional

Di mana pun negara asalnya, para Muslim di Amerika melaksanakan Ramadan dengan ritual-ritual tradisional. Para keluarga berbelanja di toko halal, mempersiapkan makanan berbuka dengan keluarga dan kawan dan shalat berjamaah. Namun Shala Haroun, seorang Muslim Amerika dari Kashmir rindu berkumpul dengan keluarga besar pada Ramadan.

"Ramadan di rumah jauh lebih menyenangkan. Ada lebih  banyak anggota keluarga, komunitas India yang lebih besar dan bisa berkumpul dengan keluarga, sementara di sini hanya dengan satu, dua orang anggota keluarga," ujar Haroun.

Para Muslim Amerika memiliki hari kerja yang panjang dan dikelilingi oleh para kolega yang tak berpuasa, namun Mohamed Ibrahim mengatakan itu bukan tantangan karena puasa adalah kewajiban.

Imam Hassan Qazwini, kepala Islamic Center of America di Dearborn, Michigan, mengatakan setiap malam sebanyak 1.000 orang datang untuk shalat tarawih di tempat itu, yang memiliki fokus pada Muslim yang lahir di Amerika.

"Kami memiliki program yang sangat khusus yang ditujukan untuk anak-anak muda yang berbicara bahasa Inggris, karena mereka akan menjadi duta Islam bagi non-Muslim," ujar Qazwini.

Sesi-sesi ini juga akan disiarkan di Internet untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas. Bagi kelompok-kelompok Muslim Amerika, Ramadan merupakan peluang tahunan untuk mengedukasi publik Amerika mengenai hari libur Muslim dan ajaran Islam.

Nihad Awad, direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika-Islam di Washington, mengatakan Ramadan adalah kesempatan untuk meningkatkan dialog antar-agama.

"Kami mengirimkan informasi terkait Ramadan kepada konstituensi non-Muslim dan kawan-kawan, dan mengorganisir program-program di mana kami berbicara mengenai Ramadan. Kami melakukannya bekerja sama tidak hanya dengan pusat-pusat Islam tapi juga dengan kelompok-kelompok lain dan kelompok antar-agama. Hal ini telah menjadi kampanye yang sangat sukses," ujarnya.

Acara-acara pendidikan tersebut termasuk 'open house' di masjid lokal dan pusat Islam, ceramah publik mengenai Ramadan, buka puasa bersama dengan kelompok antar-agama dan iklan-iklan TV yang mengingatkan semua warga Amerika bahwa Muslim merupakan bagian integral dari masyarakat AS.

Sejak awal 1990an, para presiden Amerika telah mengeluarkan ucapan salam Ramadan setiap tahun kepada lebih dari 1,2 miliar Muslim di seluruh dunia.  Imam Khouj yakin ucapan presiden tersebut telah membantu meningkatkan kesadaran di kalangan warga Amerika mengenai Ramadan.

"Presiden sebuah negara besar mengakui fakta bahwa Muslim sedang berpuasa dan berbagi perasaan dengan mereka, dan pada saat yang sama membuat Muslim Amerika merasa disambut baik di negara ini," ujarnya.

Terpopuler