Rawayan Keterbukaan Puasa (1)

Red: Chairul Akhmad

Senin 30 Jun 2014 14:40 WIB

Ibadah puasa tak hanya dikenal dalam ajaran Islam. Foto: Yourweightlossaid.com Ibadah puasa tak hanya dikenal dalam ajaran Islam.

Oleh: Asep Salahudin*

Rawayan dalam spiritualisme etnik Sunda itu artinya jalan ruhaniah. Puasa dalam konteks ajaran agama merupakan jalan untuk mencapai kematangan, baik emosional maupun spiritual.

Untuk menginjeksikan kesadaran bahwa muruah manusia itu harus diletakkan dalam formula emosi yang positif sekaligus penghayatan spiritualitas yang meningkat.

Maka, menjadi dapat dipahami seandainya puasa menjadi entitas ritus yang diajarkan setiap agama.

Hampir dapat dipastikan, semua kepercayaan menjadikan puasa sebagai “ibadah” yang diyakini paling potensial dalam mengantarkan manusia menemukan fitrahnya, kembali kepada hakikat dirinya yang suci. Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen, begitu juga Islam menanamkan ajaran tentang energi dahsyat puasa ini.

Tidak ada agama, kepercayaan, kebudayaan, dan peradaban yang berdiri sendiri terlepas dari tautan masa silam dan tercerabut dari akar sejarah masa lalu. Tapi, seluruhnya satu sama lain saling mengisi, saling memberi, dan saling memperkaya.

Batu bata peradaban dibangun di atas haluan tesa, sintesa, dan antitesa. Antara kamari, kiwari, dan bihari (lalu, sekarang, dan yang akan datang) saling berdialektika. Dan, begitu seterusnya.

Di sinilah sesungguhnya bermula munculnya keragaman itu. Fakta sosial keberbedaan menjadi sangat tidak bisa dihindarkan. Berbeda bukan hanya budaya, suku, bahasa, bahkan boleh jadi agama.

Hanya sikap terbuka, inklusif, dan kosmopolitan yang akan membuat perbedaan itu menjadi modal sosial untuk membangun sejarah kemanusiaan yang berkeberadaban. Multikulturalisme dan pluralitas menjadi pintu masuk bagi tergelarnya hidup damai.

Hanya sikap seperti itu yang menjadi prasyarat mutlak kita dapat menjadi bangsa modern, demokratis, dan bisa hidup sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

*Wakil Rektor IAILM Suryalaya Tasikmalaya

Terpopuler