Berkah Ramadhan Bagi Warga Jerman

Rep: C64/ Red: Citra Listya Rini

Ahad 29 Jun 2014 13:13 WIB

Muslim Jerman Muslim Jerman

REPUBLIKA.CO.ID, Berkah Ramadhan akan sampai ke setiap umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa dengan khidmat. Termasuk bagi warga Jerman.

Hal tersebut disaksikan langsung oleh Suratno, Dosen Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, yang selama empat tahun berdiam di Jerman. Ia tiba di Jerman pada 2009 dan kembali ke Indonesia pada 2013. Suratno bercerita, menjalani hari-hari Ramadhan memang sangat berdeda dengan di Indonesia.

Suasana Ramadhan yang khas seperti di Indonesia tidak terasa oleh Suratno ketika di Jerman. Ia membawa serta keluarganya dan berdiam di kota Frankfurt, Jerman. “Alhamdulillah, tempat tinggal saya dekat dengan dengan Masjid Turki. Masjid Turki Dien Islam itu juga selalu mengadakan kegiatan sapanjang Ramadhan,” katanya. 

Warga Muslim dari berbagai negara berkumpul untuk beribadah, meskipun mayoritas dari jamaahnya adalah Muslim asal Turki. Ibadah-ibadah Ramadhan juga tak terlewatkan untuk dilaksanakan, namun dikarekan masjid tersebut tidak terlalu besar, hanya jamaah laki-laki saja yang shalat di sana.

Terdapat beberapa jenis makanan yang rutin dan selalu ada ketika berbuka puasa bersama di Masjid Turki itu, salah satunya adalah Turkish Delight yang bentuknya seperti kue mochi. Kue Turkish Delight itu selalu ada dan wajib sama halnya dengan kurma yang selalu ada disiapkan untuk berbuka puasa. 

“Bagi saya hal yang paling terkenang hingga saat ini adalah ketika berkah Ramadhan sampai dirasakan oleh para warga Jerman,” ujar Suratno yang mengenyam pendidikan Doktor dengan bidang Politik Antropologi dan Agama di Universitas Frankfurt, Jerman.

Ayah satu anak ini menceritakan, seringkali ketika kegiatan Ramadhan, khususnya ketika saat acara berbuka puasa ada warga Jerman yang tertarik dengan Ramadhan. Tak sedikit warga Jerman yang non Muslim merasa tertarik dan ingin mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan oleh umat Muslim ketika Ramadhan tiba. Bahkan, ada yang sampai menunggu dan memperhatikan Shalat Tarawih yang umat Muslim lakukan setelah Shalat Isya.

Mereka biasanya datang dengan salah seorang teman Muslim di kampus maupun tempat kerja, Suratno pun mengalami hal yang sama. Ketua Tahfidziyah PCI –NU Jerman ini mempunyai seorang teman warga Jerman non Muslim yang meminta izin untuk ikut serta dalam kegiatan buka puasa bersama di Masjid Turki tersebut. 

 

 

 

 

 

Teman yang Ia ceritakan ingin mengatahui acara buka puasa bersama itu seperti apa dan penasaran Shalat Tarawih itu apa. Tak jarang temannya maupun warga Jerman non Muslim yang datang bertanya, mengapa harus berpuasa hingga bertanya mengapa Shalat Tarawih jumlahnya banyak  dan mengapa harus setelah Shalat Isya. 

 

 

 

 

 

“Sempat ketika saya mengisi ceramah disalah satu tempat dan kebetulan membahas tentang Ramadhan di Indonesia, banyak yang hadir disana. Tetapi, yang membuat saya terkesan adalah tak sedikit orang-orang non Muslim yang menghadiri dan menyimak isi ceramah saja. Bahkan, beberapa dari mereka bertanya lebih lanjut menganai Ramadhan,” jelasnya. 

 

 

 

 

 

Ternyara ada tradisi di Jerman yang mengharuskan memeriksakan diri ketika anak-anak pertama kali menjalankan puasa. Biasanya, anak-anak Muslim Jerman akan melaksanakn Ibadah puasa pertama pada usia 13 – 14 tahun. Tetapi, sebelum Ramadhan tiba, orang tua anak-anak itu akan memerikasakan kondisi kesehatan anak-anaknya, apakah dikatakan sehat untuk menjalankan puasa. Ternyata tak hanya anak-anak saja melainkan lansia juga harus memerikasakan dan berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. 

 

 

 

 

 

Hal tersebut dilakukan merupakan hal yang wajar dilakukan, kita ketahui bahwa periode puasa di Indonesia dengan di Jerman sangat Jauh berbeda. Dimana di umat Muslim di Indonesia berpuasa hingga 12-13 jam sedangkan, umat Muslim di Jerman harus berpuasa selama 19 jam pada musim panas. Tetapi, ketika musim dingin periode puasa umat Muslim akan lebih singkat sekitar 10-11 jam berpuasa. 

 

 

 

 

 

Tak ayal warga Muslim di Jerman memeriksakan kondisi kesehatan mereka ketika menjelang ibadah puasa Ramadhan, yang mana sepanjang 30 hari berpuasa menahan lapar dan haus sejak fajar sampai matahari terbenam. Selain itu, berpindahan jam cukup ekstrim di Jerman dari hari satu ke hari yang lainnya dibandingakn di Indonesia. 

 

 

 

 

 

“Di Indonesia perpindahan waktu hanya dari hari satu ke hari yang lainnya hanya dalam hitungan detik sedangkan, di Jerman perpindahan waktunya dalam hitungan menit sekitar bergeser lima hingga tujuh menit setiap harinya,” ujarnya. 

 

 

 

 

 

Ia berkata, umat  Muslim tidak akan kesulitan untuk menemukan makanan halal, yang mana seringkali penjualnya adalh warga asal Turki dan Maroko.  Bahkan makanan dan sayuran yang kerap dimana-mana ada di Indonesia juga ada di Jerman. 

 

 

 

 

 

Walaupun memang dikatakan harganya lebih tinggi dibandingkan dengan makanan Jerman. Seperti halnya Tempe dan Kangkung yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan daging ayam per kilonya. Bahan-bahan makanan yang sesuai dengan selera orang Asia biasanya ada di Toko Asia. 

 

 

 

 

 

Kemudian, ketika perayaan Idul Fitri komunitas muslim Indonesia biasa menyewa tempat sholat Ied dan berlanjut ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia Fankfrut untuk Halal Bi Halal bersama dengan umat Muslim Indonesia dan para tamu undangan Muslim maupun non Muslim dari bangsa dan negara berbebeda. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Terpopuler