Ramadhan, Ajang Silaturahim Pemimpin dan Rakyat (2-habis)

Red: Damanhuri Zuhri

Ahad 29 Jun 2014 12:36 WIB

Ramadhan (ilustrasi) Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang Ramadhan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Ramadhan dijadikan ajang bersilaturahim antara pemimpin dan rakyat.

Niki Gamm juga melansir ulasan para pelancong Eropa yang sempat singgah di wilayah kekuasaan Turki Utsmani antara abad ke-17 hingga ke-19 dalam tulisannya, Ottoman Ramadan Through Foreigners' Eyes.

Evliya Celebi, Edmondo de Amicis, dan Lady Dorina Neave sama-sama menyebut Ramadhan di Istanbul sepi pada siang hari dan ramai pada malam hari. Kios-kios penjual makanan dan minuman juga tutup.

Meski bukan Muslim, Celebi mengungkapkan, ia tidak disuguhi makanan oleh siapa pun saat pertama kali tiba di Istanbul pada siang hari bulan Ramadhan.

Selepas azan Maghrib yang berkumandang dari menara-menara masjid, warga dengan sukacita berbuka puasa dan mengajak siapa saja, termasuk  warga asing, untuk makan bersama.

Istana, ungkap Celebi, biasanya menyajikan sajian istimewa khas Ramadhan bagi tamu negara. Namun, de Amicis dan Neave mengungkapkan makanan khas Ramadahan seperti sirup dari ekstrak buah dan bunga juga disajikan masyarakat.

Masjid, jalan-jalan, dan rumah-rumah dibersihkan menjelang dan di akhir Ramadhan. Orang-orang tetap saling bertegur sapa dan ramah kepada para pelintas, baik yang mereka kenal maupun orang asing.

Kebijakan masa kini

Saat ini, ada beberapa model kebijakan yang diterapkan negara Islam maupun negara sekuler saat Ramadhan datang.

Sebuah situs panduan melancong, e-Travel, misalnya menyebut Oman. Di sana, makan, minum, dan merokok di muka umum pada siang hari Ramadhan adalah hal terlarang.

Jam perkantoran, pusat bisnis, sekolah, dan layanan publik juga dipersingkat. Meski tidak dilarang, wisatawan asing atau non-Muslim masih bisa makan dan minum di siang hari di restoran yang menyediakan tempat khusus bagi warga non-Muslim. Beberapa hari menjelang dan saat perayaan Idul Fitri merupakan libur nasional.

Hal serupa juga berlaku di negara Muslim lain seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Pakistan. Sementara, di negara sekuler seperti Indonesia dan Kirgistan, wisatawan asing tidak sulit menemukan tempat makan dan minum, termasuk minuman beralkohol, di siang hari saat Ramadhan.

Pada 2013, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di laman resminya mendorong terciptanya perdamaian di negara-negara Islam yang sedang berkonflik. OKI juga meminta PBB untuk turut bekerja sama melindungi dan menjamin hak Muslim minoritas seperti Muslim Rohingya untuk tetap dapat menjalankan kewajiban selama Ramadhan dengan leluasa.

Di laman resminya, PBB juga mendorong semua pihak di negara-negara konflik seperti Suriah untuk memastikan tetap terjaganya hak dan kewajiban Muslim menjalankan ibadah saat Ramadhan. PBB bahkan mendorong Ramadhan bisa digunakan sebagai saat untuk berunding.

Terpopuler